Wednesday, May 26, 2010

Fadhilah Istighfar

Fadhilah Istighfar

By: agussyafii

Pernah suatu ketika Imam Hasan al-Basri didatangi oleh tamu. Tamu pertama, menyampaikan perihal kekeringan, Tamu kedua, perihal hutang, tamu ketiga, perihal keturunan. Imam Hasan al-Basri menjawab semua keluhan ketiga tamunya dengan membacakan satu ayat di dalam al-Quran.

'Mohon ampunlah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya, Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebatnya, melimpahkan harta dan anaka-anak bagimu, serta mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu. (QS. an-Nuh: 10-12).

Paling tidak ada empat fadhilah Istighfar yang terkandung di dalam tiga ayat di dalam surat Nuh. Mari kita kita perhatikan fadhilah istighfar berikut dibawah ini.

Pertama, orang yang memiliki kebiasaan beristighfar tidak akan mengalami kekeringan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan selalu melimpahkan air hujan tanpa harus menjadi banjir atau mencana bagi orang tersebut.

Kedua, orang yang memiliki kebiasaan istighfar, Allah akan senantiasa mengucurkan rizki dan menghindarkan diri kita dari lilitan hutang sehingga harta yang kita miliki menjadi membawa berkah bagi diri kita dan keluarga kita maupun untuk orang-orang sekeliling kita.

Ketiga, orang yang memiliki kebiasaan istighfar, Allah akan memberikan momongan atau anak-anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tuanya sehingga di dalam keluarga memiliki ketenteraman dan kebahagiaan selalu.

Keempat, orang yang memiliki kebiasaan istighfar, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memberikan kita tempat usaha yang diberkahi dengan digambarkan dengan memberikan kebun dan sungai-sungai dengan pemandangan yang indah.

Dari keempat fadhilah istighfar diatas bahwa beristighfar adalah kemampuan kita untuk melakukan instropeksi diri atau yang disebut dengan 'Muhasabah' maka kita mengetahui penyebab akar masalah sekaligus kita menemukan solusi dari masalah itu sendiri. Itulah makna fadhillah istighfar.

Wassalam,
agussyafii
----
Yuk, hadir di Kegiatan 'Amalia Cinta al-Quran (ACQ).' Hari Ahad, Tanggal 20 Juni 2010 Di Rumah Amalia, Jl. Subagyo IV blok ii, No.23 Komplek Peruri, Ciledug. Silahkan kirimkan dukungan dan partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii3, atau http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 087 8777 12 431.

Sunday, May 23, 2010

Merasakan Kehadiran Allah

Dari semua esensi ajaran ilmu tauhid, merasakan kehadiran Allah yang menyaksikan tingkah laku kita setiap saat adalah hal yang paling berat. Betapa tidak, jika kita selalu merasakan kehadiran Allah dan merasakan Allah melihat diri kita, tentu kita tidak akan berbuat kemungkaran dan bersegera melakukan amal saleh.


Sebagai tiang agama, shalat hendaknya juga dilakukan dengan penuh kesadaran sepenuh hati bahwa kita sedang menghadap Allah, Allah Yang Maha Besar dan menguasai seluruh ruh dan kehidupan kita. Jika dalam kehidupan dunia, kita bisa begitu hormat menghadap atasan, lalu mengapa kita begitu lalai saat sehari lima kali menghadap Allah saat shalat lima waktu? Padahal atasan belum tentu selalu bersikap penuh kasih sayang, sedangkan Allah adalah Ar Rahmaan dan Ar Rahim, Allah selalu menyayangi kita, memberi kita oksigen untuk bernafas, memberi minum dan makanan, memberi sedikit ilmu, kesehatan, dan banyak nikmat lagi yang tak akan mungkin bisa dihitung satu per satu. Dan semua itu diberikan oleh Allah tanpa pilih kasih. Semua manusia, entah taat atau tidak, entah bertakwa atau tidak, semua kebagian. Lalu mengapa kita begitu sering melupakan Allah?


Setiap hari adzan dikumandangkan lima kali, sebagai seruan kepada alam semesta dan manusia untuk bersegera shalat sebagai bentuk beribadah kepada Allah. Bagaimana sikap kita terhadap adzan? Apakah kita bersegera meninggalkan urusan dunia untuk shalat, atau kita dengan sengaja meng-akhirkan waktu shalat? Dari 24 ja sehari, yang Allah minta hanya tak sampai total 1 jam untuk shalat 5 waktu. Sudahkah kita konsisten melaksanakannya. Jika dari 24 jam sehari, shalat kita belum dilaksanakan dgn baik, lalu bagaimana dgn 23 jam sisanya, apakah kita telah dengan sengaja berusaha dzikrullah atau semua waktu hanya habis untuk dunia? Astaghfirullahal adzim. Semoga kita tidak termasuk orang yang lalai, dan semoga kita diberi hidayah senantiasa untuk mengingat Allah.


Waktu dunia sungguh amat singkat. Terasa baru hari kemarin di mana kita masih t.k atau s.d dan masih dalam pelukan kasih sayang orang tua kita. Terasa baru hari kemarin saat-saat di mana kita diajari shalat dan baca quran pertama kali oleh orang tua kita. Belasan, puluhan tahun berlalu sudah. Manakah bekal kita? Yakinkah shalat, puasa, zakat, haji, qurban kita diterima sebagai catatan amal, atau itu semua hanya sebagai riya semata. Naudzubillahimindzalik.


Jika kita belum bisa mengingat dan merasakan kehadiran Allah setiap saat, usahakanlah setiap waktu shalat tiba, kita menyegerakannya. Bukankah dalam adzan kita diseru untuk meraih kemenangan, hayya alal falah? Mengapa kita tidak mau meraih kemenangan? Sedangkan kemenangan di akhirat adalah surga, di mana dalam hadits telah dijelaskan bahwa bagi muslim yang terakhir masuk surga sekalipun, telah disediakan kenikmatan berupa seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini, ditambah sepuluh kali lipatnya.


Semoga kita dapat meraih surga Allah tersebut. Amiin.

Tak Pernah Akan Kembali

Hai sobat, sudah berapa lama kau diberi nafas oleh Yang Kuasa sampai detik ini?
Jika kau masih membaca catatan ini, tentu artinya kau masih cukup beruntung, masih diberi kehidupan.
Saat ini juga, begitu banyak manusia yang meregang nyawa, karena sakit, atau karena tertimpa musibah, banyak yang sudah tidak dapat melihat dunia ini lagi.

Kalau sudah begitu sobat, renungkanlah hidup ini selalu berputar dalam titian waktu.
Apa yang sudah berlalu, tak kan pernah kembali lagi.
Kebahagiaan, kesedihan, gelisah, gembira, senang, sedih, canda, tawa, semua yang telah berlalu, masa kecil kita, senyum bangga dan bahagia orang tua melihat kehadiran kita di dunia, masa remaja kita, masa sekolah, masa muda dan liar kita, semua hanya akan teringat di memori kita yang samar, tanpa pernah dapat terraih lagi.
Jadi, hiduplah dengan semangat dan penuh keyakinan dan ketenangan.
Sungguh merugi mereka yang hidup dalam kegelisahan, kegusaran, kecemasan.
Tidakkah mereka tahu hidup kita begitu singkat dan sebaiknya kita tergesa-gesa berbuat kebaikan, sebaiknya kita terburu-buru memberi manfaat bagi orang lain?

Aku tak tahu mengapa aku menuliskan catatan kecil ini.
Mungkin lebih sebagai catatan pengingat bagi diriku sendiri, agar ku manfaatkan hidup yang singkat ini dengan menjadi manusia yang bertaqwa dan berguna sebesar-besarnya bagi orang lain.

Karena waktu dan kehidupan yang telah kita lalui, tak akan pernah kembali lagi.

Semoga Tuhan memberi kemudahan bagi kita meraih kebaikan di dunia, dan meraih kebaikan di akhirat kelak. Amiin.

Beta Ismawan
Cilandak, 3 Januari 2010
20.45

Syafaat Rasulullah

Pojok Hikmah: Syafa’at Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam

Dari Abdurrahman bin Abu Uqail radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Saya pergi sebagai utusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kamipun mendatanginya. Kemudian kami mengetuk pintu. Pada saat itu, tidak ada seorang manusia pun yang kami benci daripada seorang laki-laki yang rumahnya akan kami masuki (maksudnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Akan tetapi, belum sempat kami keluar dari rumah itu hingga akhirnya tidak ada seorang manusia pun yang lebih kami sukai daripada seorang laki-laki yang kami masuki rumahnya itu. Salah seorang dari kami berkata, “Wahai Rasulullah! Kenapa engkau tidak meminta kerajaan sebagaimana nabi Sulaiman ‘alaihissalam?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa, kemudian beliau bersabda, “Semoga saja menjadi sahabat kalian lebih utama di sisi Allah dibandingkan memperoleh kerajaan Sulaiman. Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali Dia juga memberikan doa kepadanya. Dari mereka ada yang meminta dunia dengan dia tersebut, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkannya. Diantara mereka ada juga yang berdoa dengan doa tersebut jika kaumnya itu melakukan maksiat dan melanggar perintahnya sehingga akhirnya mereka pun dihancurkan. Dan sesungguhnya Allah juga telah memberi doa kepadaku. Namun aku simpan di sisi Rabbku agar pada Hari Kiamat nanti dapat menjadi syafaat bagi umatku.” **

Dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan saya adalah nabi yangmemberikan syafaat, maka saya akhirkan doa tersebut buat umatku. Dan mereka itulah (maksudnya orang-orang yang mendapat syafaat) adalah orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” **



*) Dikutip dari buku Bercanda Bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (edisi terjemahan Dhahikun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wa Tabassumuhu wa Muzahuhu oleh Ridhwanullah ar-Riyadhi) 1426/2005, Penerbit Darul Haq, Jakarta. Dengan perubahan seperlunya oleh www.muslimah.or.id

**) Lihat Majma’ az-Zawa’id oleh al-Haitsami (10/371)
http://muslimah.or.id/pojok-hikmah/syafaat-rasulullah.html

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab dan Seorang Yahudi Tua

Sejak menjabat gubernur, Amr bin Ash tidak lagi pergi ke medan tempur. Dia lebih sering tinggal di istana. Di depan istananya yang mewah itu ada sebidang tanah yang luas dan sebuah gubuk reyot milik seorang Yahudi tua.


“Alangkah indahnya bila di atas tanah itu berdiri sebuah mesjid,” gumam sang gubernur.
Singkat kata, Yahudi tua itu pun dipanggil menghadap sang gubernur untuk bernegosiasi. Amr bin Ash sangat kesal karena si kakek itu menolak untuk menjual tanah dan gubuknya meskipun telah ditawar lima belas kali lipat dari harga pasaran.
“Baiklah bila itu keputusanmu. Saya harap Anda tidak menyesal!” ancam sang gubernur.


Sepeninggal Yahudi tua itu, Amr bin Ash memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan surat pembongkaran. Sementara si kakek tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Dalam keputusannya terbetiklah niat untuk mengadukan kesewenang- wenangan gubernur Mesir itu pada Khalifah Umar bin Khattab.


“Ada perlu apa kakek, jauh-jauh dari Mesir datang ke sini?” tanya Umar bin Khattab. Setelah mengatur detak jantungnya karena berhadapan dengan seorang khalifah yang tinggi besar dan full wibawa, si kakek itu mengadukan kasusnya. Padahal penampilan khalifah Umar amat sederhana untuk ukuran pemimpin yang memiliki kekuasaan begitu luas. Dia ceritakan pula bagaimana perjuangannya untuk memiliki rumah itu.


Merah padam wajah Umar begitu mendengar penuturan orang tua itu.
“Masya Allah, kurang ajar sekali Amr!” kecam Umar.
“Sungguh Tuan, saya tidak mengada-ada,” si kakek itu semakin gemetar dan kebingungan. Dan ia semakin bingung ketika Umar memintanya mengambil sepotong tulang, lalu menggores tulang itu dengan pedangnya.
“Berikan tulang ini pada gubernurku, saudara Amr bin Ash di Mesir,” kata sang Khalifah, Al Faruq, Umar bin Khattab.
Si Yahudi itu semakin kebingungan, “Tuan, apakah Tuan tidak sedang mempermainkan saya!” ujar Yahudi itu pelan.
Dia cemas dan mulai berpikir yang tidak-tidak.Jangan-jangan khalifah dan gubernur setali tiga uang, pikirnya. Di manapun, mereka yang mayoritas dan memegang kendali pasti akan menindas kelompok minoritas, begitu pikir si kakek. Bisa jadi dirinya malah akan ditangkap dan dituduh subversif.


Yahudi itu semakin tidak mengerti ketika bertemu kembali dengan Gubernur Amr bin Ash. “Bongkar masjid itu!” teriak Amr bin Ash gemetar. Wajahnya pucat dilanda ketakutan yang amat sangat. Yahudi itu berlari keluar menuju gubuk reyotnya untuk membuktikan sesungguhan perintah gubernur. Benar saja, sejumlah orang sudah bersiap-siap menghancurkan masjid megah yang sudah hampir jadi itu.


“Tunggu!” teriak sang kakek. “Maaf, Tuan Gubernur, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu? Apa keistimewaan tulang itu sampai-sampai Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang amat mahal ini. Sungguh saya tidak mengerti!”

Amr bin Ash memegang pundak si kakek, “Wahai kakek, tulang itu hanyalah tulang biasa, baunya pun busuk.”
“Tapi…..” sela si kakek.
“Karena berisi perintah khalifah, tulang itu menjadi sangat berarti.
Ketahuilah, tulang nan busuk itu adalah peringatan bahwa berapa pun tingginya kekuasaan seseorang, ia akan menjadi tulang yang busuk. Sedangkah huruf alif yang digores, itu artinya kita harus adil baik ke atas maupun ke bawah. Lurus seperti huruf alif. Dan bila saya tidak mampu menegakkan keadilan, khalifah tidak segan-segan memenggal kepala saya!” jelas sang gubernur.


“Sungguh agung ajaran agama Tuan. Sungguh, saya rela menyerahkan tanah dan gubuk itu. Dan bimbinglah saya dalam memahami ajaran Islam!” tutur si kakek itu dengan mata berkaca-kaca.

Tujuh Kalimat

Sabda Rasulullah SAW:


Barangsiapa yang hafal dan mengamalkan tujuh kalimah ini akan dimuliakan oleh Allah dan malaikat dan akan diampuni dosa-dosanya walau sebanyak buih di lautan..

1.bismillahhirrahmann irrahim: pada tiap-tiap hendak melakukan sesuatu.


2. alhamdulliah: pada tiap-tiap habis melakukan sesuatu.


3. astagfirrullah: jika tersilap mengatakan sesuatu yang buruk.


4. insyaallah:jika ingin melakukan sesuatu pada masa akan datang.


5. lahaulawalaquata illabillah: bila tidak dapat melakukan sesuatu yang agak berat atau melihat sesuatu yang buruk.


6. innalillah:jika menghadapi musibah atau melihat kematian.


7.laailaahaillallah: bacalah sepanjang siang dan malam sebanyak-banyaknya.amalkanlah selalu, moga-moga kita tergolong di kalangan orang yang terpilih oleh Allah. Amin..

Dzikir Kunci Ketenangan Hati

KotaSantri.com : Setiap orang mendambakan ketenangan batin, dan untuk mencapai ketenangan batin bukanlah sesuatu yang mustahil. Allah SWT mengajarkan kepada kita langkah nyata mendapatkan ketenangan hati, yaitu dengan berdzikir. "Ingatlah, dengan dzikir mengingat Allah, maka hati akan tentram." (QS. ar-Ra'd : 28).

Dengan selalu mengingat Allah, hati akan tentram. Sebaliknya, ketika kita jarang ingat kepada Allah, hati akan kering dan gersang. Sejauh mana kita sungguh-sungguh ingin hidup dalam ketentraman hati, maka akan sangat terlihat dari berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk mengingat Allah. Ada orang yang ingat Allah ketika shalat saja. Itu artinya, ia akan selalu gelisah diluar shalat. Ada yang ingat Allah hanya ketika ia mendapat ancaman saja. Bahkan, ada yang benar-benar tidak tahu siapa itu Allah selama hidupnya.

Orang yang tidak kenal Allah, sehebat apapun ia, dan sebanyak apapun harta yang dimilikinya, serta setinggi apapun derajatnya di mata manusia, sungguh ia akan selalu dicekam gelisah. Sementara orang-orang yang mendalam pengenalannya terhadap Allah, hatinya selalu tertambat hanya kepada-Nya. Apapun yang ia lihat, ia dengar, dan ia rasakan, selalu dikorelasikan dengan Dzat pencipta alam semesta ini. "Milik Allah semata semua yang ada di langit dan di bumi." (QS. Al-Baqarah : 284). Ketika tengah merenungkan ciptaan Allah, ia menghayati benar makna ayat Al-Qur'an, "Bertasbih menyucikan Allah semua apa yang ada di langit dan di bumi." (QS. Ash-Shaff : 1).

Agar hati tenang dan hidup tentram, banyak-banyaklah berdzikir disertai sabar dan syukur. Dua kantong ini, yaitu sabar dan syukur dapat menghindarkan kita dari kebiasaan marah terhadap sesuatu yang mengecewakan hati. Dan hal ini memerlukan latihan-latihan.

Latihan pertama adalah latihan mengenal diri sendiri. Kalau seseorang ingin baik, ia terlebih dahulu harus mengetahui sesuatu yang ingin ia ubah menjadi baik. Pengetahuannya bisa ia dapatkan dari perenungan dan jawaban dari orang yang kita tanyai tentang diri kita.

Latihan kedua adalah upaya memperbaiki diri. Setelah kita tahu kondisi kita, maka kita usahakan untuk meminimalisasi bahkan menghilangkan kekurangan yang kita miliki. Bila perlu, kita tulis daftar semua keburukan yang kita miliki dan rumuskan formula-formula untuk memperbaikinya.

Upaya yang kita lakukan ini harus diiringi dengan cara meningkatkan kualitas membaca Al-Qur'an dan dzikir, sebab itulah yang akan membantu kita untuk berubah menjadi baik di mata manusia dan yang paling penting baik di hadapan Allah. Setelah itu carilah lingkungan yang kondusif yang dapat membantu kita untuk selalu istiqamah dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah. (Aa Gym)[BKS]

URL : http://kotasantri.com/beranda.php?aksi=%C3%9Etail&sid=S1

Jangan Sampai Menjadi Orang Yang Merugi

Bismillahirrahmanirrahiim


Sesungguhnya hidup di dunia ini memang benar-benar sebentar saja. Kita mungkin diberi umur rata-rata 60-70 tahun. Tapi banyak manusia yang meninggal pada umur yang lebih muda. Sedangkan kita pada detik ini masih membaca tulisan ini, maka kita masih memiliki kesempatan untuk menambah amal ibadah kita kelak sebagai bekal di kubur dan hari kiamat.


Kita pasti telah sering mendengar bahwa dunia ini hanya sementara, bahwa akan ada kehidupan dunia yang kekal dan abadi di akhirat. Namun apakah itu telah meresap di hati kita, ataukah hanya bersambil lalu saja kita dengar?


Kenyataannya mungkin sebagian besar dari kita belum benar-benar meresapinya. Hal ini karena begitu kuatnya rasa cinta kita akan gemerlap dunia ini. Betapa tidak, indahnya dunia ini, mulai dari bahagianya waktu yang kita lewatkan bersama keluarga dan sahabat, harta dan semua bentuknya, jabatan, ilmu dunia, sampai keindahan alam bumi ini, kita begitu menyukai semua itu.


Namun hendaklah kita jangan terlupa, begitu ruh kita diambil dari jasmani kita, maka tertinggallah semua kenikmatan dunia tersebut. Dan saat tengah menghadapi sakaratul maut, kita telah akan dapat melihat ke mana kita akan ditempatkan Allah, apakah di surga atau, naudzubillahi min dzalik, di neraka.


Kita pasti terpisah dari anak istri, orang tua, jabatan di kantor, hobi kita, harta yang kita cintai, berupa emas, uang, mobil, motor, rumah, handphone, blackberry, komputer, laptop, pakaian-pakaian kita yang indah, dan semua harta yang kita suka, tidak akan ada satupun yang kita akan bawa masuk ke kubur.

Kalau sudah begitu, bukankah kita seharusnya tercenung dan mulai berpikir, apa yang akan kita bawa sebagai bekal? Bekal untuk menemani kita di dalam kubur yang gelap gulita dan dingin. Di mana jasad kita secepatnya habis dimakan cacing. Apa yang menjadi bekal kita? Bukan harta yang kita cari siang malam. Tapi bekal kita adalah amal kita, shalat kita, puasa, zakat, haji yang kita lakukan.


Ibadah-ibadah itu semua tampak begitu biasa dan tidak istimewa jika dilihat dari sudut pandang dunia. Tapi justru amal ibadah itulah bekal yang hakiki bagi kita di kubur dan hari kiamat.


Apakah kau mengira akan dapat terhindar dari alur kisah ini yang haq dan telah dijelaskan sendiri oleh Rasulullah? Tiada satupun manusia yang lolos dari kematian, alam kubur, dan dibangkitkan di hari kiamat. Sehingga ini adalah perkara yang amat sangat penting.


Demikian pentingnya juga bagi kita untuk menghindari maksiat, karena maksiat itu akan berubah menjadi siksa kubur dan derita di hari kiamat dan azab neraka. Tidakkah kau takut hal ini? Jika kita menderita di dunia, selama lamanya penderitaan adalah 70-100 tahun dunia. Sedangkan jika kita menderita karena siksa kubur, kita akan menderita ratusan tahun atau ribuan tahun hingga hari kita dibangkitkan. Sungguh waktu yang amat lama. Belum lagi azab neraka yang begitu pedih. Sehingga masih nikmatkah maksiat itu? Maukah kita menghindari dari nikmat sesaat dari maksiat di dunia, untuk menyelamatkan kita dari siksa kubur dan azab neraka?


Sedangkan shalat lima waktu yang sering kita lalaikan, shalat shalat sunnah yang kita tinggalkan, puasa, zakat, haji, kurban, bacaan quran, infak dan shadaqah, semuanya akan menjadi penolong kita di kubur dan akhirat. Maka untuk itu semua, masih beratkah kita melakukannya hari ini?


Rasulullah pernah bersabda, di hari kiamat semua manusia akan menyesal. Yang berbuat maksiat menyesal karena harus mempertanggung jawabkannya, dan yang melakukan amal soleh akan menyesal mengapa tidak melakukannya lebih banyak lagi.


Ingatlah wahai saudaraku sesama muslim, sebagaimana umat Nabi Muhammad terdahulu, kita wajib mengisi kehidupan dunia yang amat singkat ini dengan amal soleh, demi keselamatan kita di akhirat kelak. Dan kita harus menghindar dari maksiat karena itu menjerumuskan kita akan masuk neraka, naudzubhillahi min dzalik.


Semoga Allah mengampuni dosa kita seluruh umat muslim. Semga kita mendapat kekuatan melakanakan smua amal soleh. Amiiin.

Seruan Shalat

> Sentuhkan dahimu ke sejadah
> Bersihkanlah dirimu sebelum kamu dimandikan
> Berwudhu'lah kamu sebelum kamu diwudhu'kan
> Dan solatlah kamu sebelum kamu disolatkan
>
> Tutuplah 'auratmu sebelum 'auratmu ditutupkan
> Dengan kain kafan yang serba putih
> Pada waktu itu tidak guna lagi bersedih
> Walaupun orang yang hadir itu merintih
>
> Selepas itu kamu akan diletak di atas lantai
> Lalu dilaksanakanlah solat Jenazah
> Dengan empat kali takbir dan satu salam
> Berserta Fatihah, Selawat dan doa
> Sebagai memenuhi tuntutan Fardhu Kifayah
>
> Tapi apakah empat kali takbir itu dapat menebus
> Segala dosa meninggalkan solat sepanjang hidup?
> Apakah solat Jenazah yang tanpa rukuk dan sujud
> Dapat membayar hutang rukuk dan sujudmu yang telah luput? Sungguh
> tertipulah dirimu jika beranggapan demikian
>
> Justeru kumenyeru sekelian Muslimin dan Muslimat
> Usunglah dirimu ke tikar solat
> Sebelum kamu diusung ke liang lahad
> Menjadi makanan cacing dan makanan ulat
>
> Iringilah dirimu ke masjid
> Sebelum kamu diiringi ke Pusara
> Tangisilah dosa-dosamu di dunia
> Karena tangisan tidak berguna di alam baqa'
>
> Sucikanlah dirimu sebelum kamu disucikan
> Sadarlah kamu sebelum kamu disadarkan
> Dengan panggilan 'Izrail yang menakutkan
> Berimanlah kamu sebelum kamu ditalkinkan
>
> Karena ianya berguna untuk yang tinggal
> Bukan yang pergi
> Beristighfarlah kamu sebelum kamu diistighfarkan
> Namun ketika itu istighfar tidak menyelamatkan
> Ingatlah di mana saja kamu berada
> Kamu tetap memijak bumi Tuhan
> Serta menikmati rezeki Tuhan
>
> Justeru bila Dia menyeru, sambutlah seruan-Nya
> Sebelum Dia memanggilmu buat kali yang terakhirnya
> Ingatlah kamu dahulu hanya setetes air yang tidak bererti
> Lalu menjadi segumpal darah
> Lalu menjadi segumpal daging
> Lalu daging itu membaluti tulang
> Lalu jadilah kamu insan yang mempunyai arti
> Ingatlah asal usulmu yang tidak bernilai itu
> Yang kalau jatuh ke tanah
> Ayam tak patok itik tak sudu
> Tapi Allah mengangkatmu ke suatu derajat
> Yang lebih agung dari malaikat
> Lahirmu bukan untuk dunia
> Tapi gunakanlah ia buat melayar bahtera akhirat
>
> Sambutlah seruan 'Hayya 'alas Solaah'
> Dengan penuh rela dan bersedia
> Sambutlah seruan 'Hayya 'alal Falaah'
> Jalan kemenangan akhirat dan dunia
>
> Ingatlah yang kekal ialah amal
> Menjadi bekal sepanjang jalan
> Menjadi teman di perjalanan
> Guna kembali ke pangkuan Tuhan
>
> Pada hari itu tiada berguna Harta, tahta dan putera
> Isteri, credit card dan kendaraan
> Kondominium, saham dan niaga
> Kalau dahi tak menyentuh sajadah di dunia

Utamakan Shalat Fardlu

Ibadah yang paling sakral dan vital adalah Shalat. Salah satu buktinya, untuk pensyariatannya saja Allah “merasa” perlu mengundang Nabi Muhammad ke tempat dimana tak seorangpun boleh masuk termasuk Jibril AS. Padahal untuk hal-hal yang lain Allah mencukupkan dengan mengutus Malaikat Jibril AS agar menyampaikan kepada Rasulullah SAW.

Secara khusus pula Allah menyampaikan dalam al Quran surat Thoha ayat 14

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ

Dirikanlah Sholat untuk mengingatku.

Namun demikian ada saja orang yang menafsirkan ayat tersebut dengan menyatakan yang penting ingat Allah, bahkan secara serampangan mengatakan lebih baik ingat Allah meski tidak shalat dibanding shalat tetapi tidak ingat Allah. Pernyataan ini sungguh salah besar, karena bukti seseorang mengingat Allah adalah dengan apa yang dia lakukan dari praktek shalat. Menafsiri arti DzikruLlah, kitab Murah Labid menyatakan :

المراد بالذكر نفس الصلاة.

Yang dimaksud dengan dzikir adalah praktek sholat itu sendiri.

Dari tafsir diatas dapat dipahami pula bahwa seseorang tidak bisa dianggap ingat Allah apabila meninggalkan shalat, termasuk mereka yang menggunakan media lain selain shalat, seperti semedi atau meditasi.

Mungkin tidak sedikit orang yang mengira merasa sudah sempurna ibadahnya ketika telah menjalankan ibadah Haji, tanpa melihat kualitas shalatnya yang selama ini dijalani. Padahal untuk mencapai kemabruran sebuah ibadah haji dibutuhkan kemampuan menjauhi larangan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah :


من حج هذا البيت فلم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه

Barangsiapa menjalankan ibadah haji di baituLlah ini, dan tidak melakukan rafats (berkata/berlaku kotor) dan tidak fusuq (durhaka/menjalani perilaku fasik), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya.

Kalimat suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya inilah yang dimaksudkan sebagai pahala haji mabrur. Sementara rafats dan fusuq adalah perilaku mungkarat yang diperintah Allah untuk dijauhi dan ditinggalkan.

Sementara diantara rukun Islam yang lima, hanya shalatlah yang disebutkan dalam al Quran surat al Ankabut ayat 45 mampu menjauhkan dan mencegah seseorang dari perilaku rafats dan fusuq

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.

Mengenai keadaan seseorang yang selalu menjalankan shalat tetapi ternyata masih saja perilakunya tidak baik, Rasulullah sebagaimana dijelaskankan dalam kitab Tafsir Ibn Katsir menjawab pertanyaan para sahabat tentang tafsir dari sebuah ayat, dengan menyatakan bahwa shalat yang tidak membuat orang yang menjalankan menjauhi perilaku yang tidak baik maka dia seperti belum menjalankan shalat alias shalatnya belum diterima.

حدثنا الحسن عن عمران بن حصين قال: سئل النبي صلى الله عليه وسلّم عن قول الله: {ٱتْلُ مَآ أُوْحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَـٰبِ} قال: من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر فلا صلاة له.

Meriwayatkan hadits kepadaku, al Hasan dari Imran Ibn Hasin dia berkata: RasuluLlah ditanya tentang ayat…(bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu al kitab……al ankabut 45) RasuluLlah menjawab: barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perilaku keji dan mungkar maka tiada shalat baginya.

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

من رواية عمران وابن عباس مرفوعاً «من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر، لم تزده من الله إلا بعداً

Dari riwayat Imran dan Ibn Abbas sebagai hadits marfu’: Barangsiapa yang shalatnya belum mencegahnya dari perilaku keji dan munkar maka di hadapan Allah dia tidak bertambah apapun kecuali semakin jauh.

Karena itu rasanya mustahil bila seseorang yang shalatnya masih terganggu dapat menuai haji mabrur atau menyempurnakan ibadah yang lain dengan baik. Shalat merupakan parameter baik buruknya segala macam amal ibadah seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah :

ورواه الطبراني بسند جيد عن عبد بن قرط بلفظ أول ما يحاسب به العبد الصلاة ينظر الله في صلاته فإن صلحت صلح سائر عمله وإن فسدت فسدت سائر عمله. كشف الخفاء. حرف الهمزة


Meriwayatkan Hadits ini, Imam Tabrani dengan sanad yang baik dari Abd Ibn Qurd dengan kalimat; Amal seorang hamba yang pertama yang dihisab (dihitung amalnya oleh Allah) adalah Shalat, Allah melihat shalat seorang hamba, apabila shalatnya baik, maka baiklah amal-amal yang lain, apabila shalatnya tidak baik/cela, maka tidak baiklah amal yang lainnya. Kitab Kasful Khofa’. Huruf Hamzah.

Begitu pentingnya shalat terutama shalat fardlu bagi kita, kita dianjurkan untuk menambal segala kekurangan dan ketidaksempurnaan shalat yang kita jalani dengan menjalankan shalat sunnah. RasuluLlah bersabda :

عن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول: «إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة المكتوبة، فإن أتمها وإلا قيل انظروا هل له من تطوع، فإن كان له تطوع أكملت الفريضة من تطوعه. ثم يفعل بسائر الأعمال المفروضة مثل ذلك»

Dari Abu Hurairah, berkata: saya mendengar RasuluLlah SAW bersabda: Sesungguhnya Amal seorang hamba yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat lima waktu, Kalau sempurna (maka dicatat sempurna) kalau tidak maka dikatakan; lihatlah apakah dia menjalankan ibadah sunnah, apabila dia menjalankan ibadah shalat sunnah maka sempurnalah kefardluannya tersebab ibadah sunnahnya. Kemudian diperlakukan seluruh amal lainnya yang fardlu seperti itu.

Begitu vitalnya ibadah shalat bagi orang Islam, hingga dalam tafsir an Nasafi Juz 1 halaman 39 disebutkan bahwa RasuluLlah menyebut shalat sebagai tiang agama dan menjadikannya pemisah bagi orang Islam dan kafir.

Kiranya Dalil-dalil diatas cukuplah memompa diri kita sebagai seorang muslim selalu memperbaiki mutu shalat kita dengan selalu mempelajari hukum-hukum yang terkait dengan ibadah shalat dan hal-hal yang menggerakkan hati kita ikut bersujud seiring sujudnya jasad kita. Amien.

http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/nasihat_kyai/habib_husein-utamakan_shalat_fardlumu-04jan09.single

Kembalilah Ke Islam

Bismillahirahmanirrahim

Dalam kehidupan yang fana ini
bukanlah keinginan orang lain yang kita puaskan
tapi perintah Allah dan Rasulullah yang harus kita laksanakan
untuk menuju kemenangan

Dalam hidup yang singkat ini
bukanlah nafsu yang kita pertuhankan
Tapi tubuh dan jiwa ini kita gunakan
untuk beribadah di jalan Tuhan

Mengapa manusia harus didera cobaan dulu
untuk tersadar
Dan mengapa manusia begitu cepat lupa
apabila telah diberi kenikmatan

Bukankah Allah tidak pernah lupa
memberi kita minuman, makanan, kesehatan
Bukankah Allah tidak pernah lupa
memberi kita kesempatan untuk menikmati indahnya dunia

Tapi mengapa kita sering melupakan-Nya
Astaghfirullahazim
Ampunilah dosa kami ya Allah

Dan gerakkanlah langkah kakimu ke masjid
guna mendirikan shalat
Tidakkah kamu tahu bahwa shalat adalah perintah Allah
yang telah dicontohkan oleh pemimpin kita Rasulullah Muhammad

Shalat lima waktu sehari
tegakkanlah
demi tegaknya agama Islam
demi keselamatan di dunia akhirat dan kemenangan

Segala dosamu, segeralah bertaubat dari semuanya
Saat ini juga
Taubatan nasuha adalah pembasuh diri dan hati dari segala dosa
Jika kau biarkan, hati akan jadi hitam, dan sulit ditembus nur Islami dari Ilahi
Jangan biarkan

Ucapkanlah dua kalimat syahadat
Asyhadu alla ilaaha ilallah
Wa asyhadu anna muhammadar rasulullah
Aku bersaksi tiada ilah selain Allah
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah

Ucapkanlah dengan sepenuh hati
Dengan menyadari bahwa kita manusia penuh kelemahan
Dan sepenuhnya bergantung kepada Allah
Allahush shamad

Dengan bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah,
Maka kita wajib melaksanakan
seluruh perintah Allah dalam Islam
Kita wajib mematuhi apa yang tercantum dalam Alquran

Dan dengan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah
Maka kita wajib mengikuti seluruh sunnahnya
Yang telah dicatat dan disebarkan dengan sangat cermat
Dalam bentuk ribuan hadits shahih dan hasan
Yang dikumpulkan oleh para sahabat Rasul, imam dan ulama terdahulu

Semoga kita dapat terus istiqamah
Tegak dalam jalan Allah
Berjuang dengan seluruh kekuatan yang kita miliki
Karena sesungguhnya dunia yang singkat ini
akan segera sirna

Dan catatan amal belakalah yang akan menolong kita
Jadi sudah berapa rakaat shalat yang engkau laksanakan hari ini
Sudah berapa orang yang kamu beri infak dan shadaqah hari ini
Sudah berapa ’ain bacaan Quran beserta maknanya yang kau baca hari ini

Sudahkah kau mengingat Allah saat engkau berbaring, duduk, berdiri, dan bekerja
Sudahkah kau mengingat Allah di saat berkendara
Sudahkah kau mengingat Allah di saat senang maupun susah
Allah selalu ada, tapi kau terlalu sering melupakan-Nya
Ber-istighfar-lah. Astaghfirullahal’azim

Sudahkah kau menghormati orang tuamu terutama ibumu
Sudahkah kau mencurahkan kelembutan dan kasih sayang kepada istri dan anak-anakmu
Sudah berapa orang yang engkau berikan amalan dengan wajahmu yang indah dan berseri

Sudahkah kau menjaga pandanganmu dan lisanmu dan hatimu
Sudahkah kau bekerja dengan cara yang halal
Sudahkah kau berlaku jujur dan melunasi hutang-hutangmu
Sudahkah kau belajar dengan disiplin untuk ilmu yang bermanfaat bagi dirimu dan sesama manusia

Sudahkah kau melaksanakan apa yang dituturkan pemimpin kita Rasulullah Muhammad,
bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain

Ingatlah malaikat-malaikat selalu ada di dekatmu
Mencatat seluruh tingkah lakumu
Yang lahir dan terwujud
Maupun yang sehalus bisikin di hatimu
Tiada satupun yang lolos dari pena dua malaikat, Rakib dan Atid

Setiap amalan dan dosa seberat sebutir atom
akan selalu dicatat
Amalan kan selalu ada dan tak pernah terhapus
Namun dosa dapat dihapus setiap saat, dapat diampuni Allah
Jika engkau bertaubat dengan sungguh-sungguh dan penuh penyesalan

Kelak di hari kiamat
Buku catatan amalmu akan diberikan
Mudah-mudahan kau menerimanya dengan tangan kanan

Karena jika kau menerimanya
Dengan tangan kiri
Atau dari belakang
Sungguh kau termasuk orang yang merugi
Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang demikian

Oleh karena itu
Kembalilah ke Islam sebagai kebenaran
Jalan hidup yang hakiki
Agama yang penuh rahmat bagi seluruh alam
Dan tentu pula penuh rahmat bagi dirimu...

Karena saat maut datang
Janganlah engkau menghadapinya
Kecuali engkau telah dalam keadaan Islam

Wa laa tamutuna illa wa antum muslimuun

Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita semua
Amin.

Hadits Tentang Rukun Islam, Rukun Iman, Ihsan, dan Hari Kiamat

Sahabat Umar bin Khaththab ra. telah menceritakan hadits yang cukup panjang sebagai berikut :

Pada suatu hari ketika kami (para sahabat) sedang berada di hadapan Rasulullah saw., tiba-tiba muncul seorang lelaki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam pekat. Pada diri lelaki itu tidak terdapat tanda bekas perjalanan dan tiada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia langsung duduk di hadapan Nabi saw. Seraya menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri. Ia bertanya,

“Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah saw. menjawab,
“Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa pada bulan Ramadhan; berhaji ke Baitullah apabila engkau mampu mengadakan perjalanan kepadanya.”
Ia berkata, “Engkau benar.”

Sahabat Umar ra. mengatakan,
“Kami heran terhadapnya, ia bertanya tetapi juga membenarkan.”

Selanjutnya lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang iman.”
Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.”
Lelaki itu mengatakan, “Engkau benar.”

Ia bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang ihsan.”
Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat-Mu.”

Lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang hari Kiamat,”
Rasul saw. menjawab,
“Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.”
Lelaki itu mengatakan,

“Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.”
Rasul saw. menjawab,
“Manakala budak sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan bila engkau melihat orang-orang yang tidak berterompah telanjang miskin lagi penggembala kambing mulai berlomba-lomba saling tinggi-meninggi dalam bangunan.”

Sahabat Umar melanjutkan ceritanya,
“Kemudian lelaki itu pergi dan aku tinggal sendirian selama beberapa waktu.”

Setelah itu Nabi saw. berkata kepadaku,
“Hai Umar, tahukah engkau siapa orang bertanya kemarin?”
Aku menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi saw. berkata,
“Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.”

(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Bidadari

Saudaraku, mari kita lanjutkan membicarakan tentang sebagian nikmat surga yang lain yang dijanjikan Alloh kepada hamba-hamba-Nya yang beruntung kelak di yaumil akhir. Yaitu bidadari yang cantik jelita.

Tidak ada manusia manapun yang bisa membayangkan kecantikan dan kejelitaan bidadari yang akan menjadi istri-istri hamba-hamba Alloh yang beruntung di surga-Nya. Andai semua kecerdasan, ketajaman imajinasi dan intuisi manusia dikerahkan sepenuh-penuhnya untuk melintaskan barang sekejab kesempurnaan kecantikan bidadari, pastilah tidak akan pernah bisa.

Dari informasi Alloh dan Rosul-Nya, kita akan tahu betapa tidak mungkinnya manusia membayangkan tentang bidadari ..

Membicarakan tentang bidadari merupakan sesuatu yang sangat bermakna bagi siapapun. Seperti kita ketahui, di zaman kita ini, syahwat terhadap wanita menjadi alat utama iblis dan setan untuk menggelincirkan manusia kepada lembah kenistaan. Menggelincirkan manusia kepada pemuasan nafsu sesaat yang berujung pada dosa besar. Pornografi dan pornoaksi, longgarnya norma masyarakat, pergaulan yang semakin bebas di sebagian kalangan. Buahnya adalah perzinahan dalam arti yang sesungguhnya menjadi semakin lazim saja dalam hidup keseharian.

Mudah-mudahan pembicaraan tentang kecantikan dan kejelitaan bidadari surga bisa laksana rem bagi kendaraan. Menjadi rem bagi siapapun untuk menjaga diri agar tidak tergelincir. Menjadi rem bagi siapapun yang sudah terlanjur terperangkap dalam permainan iblis dan setan untuk kembali kejalan Alloh dan Rosul-Nya.

Semoga Alloh dengan rahmat kurnia-Nya menggembirakan kita semua beserta keluarga kedalam hamba-hamba-Nya yang beruntung. Yaitu hamba-hamba yang diberi berita gembira berupa surga,” Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya (QS : Al Baqoroh (2) : 25).

BIDADARI
Bidadari merupakan nikmat yang sangat spesial yang akan dipersembahkan secara khusus oleh Alloh kepada hamba-hamba-Nya yang beruntung kelak di surga-Nya. Sedemikian spesialnya sampai-sampai Alloh menciptakan sendiri secara langsung dan tidak melalui malaikat-malaikat-Nya. Inilah firman-Nya,” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. (QS Waqiah (56) : 35 -36).

Para bidadari Alloh ciptakan dengan kebaikan yang sempurna. Dalam bahasa manusia, cantik luar dalam. Yaitu cantik jelita fisiknya dan sangat baik pula akhlaknya. Alloh berfirman,” Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik- baik lagi cantik-cantik (QS : Ar Rohman (55) : 70 ). (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah. ( QS : Ar Rohman (55) : 72 ).

Sedemikian cantik jelitanya sampai-sampai Alloh gambarkan laksana permata surga. Permata di muka bumi saja sudah sedemikian indahnya. Apalagi permata surga, tentu tidak akan terbayang indahnya. Dan permata itu bernama bidadari,” Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan. (QS : Ar Rohman (55) : 58 ) Alangkah cantik jelitanya bidadari itu. Dan betapa bahagianya orang-orang yang dipersandingkan dengan bidadari di surga-Nya.

Hati manusia mana yang tidak akan tentram, damai dan bahagia jika mendapatkan istri yang cantik jelita, sangat baik hati dan penuh kasih sayang. Ketahuilah bidadari yang sangat cantik jelita itu Alloh ciptakan dengan fitrah sebagai sangat penyayang kepada suaminya baik dalam makna sifat maupun dalam hubungan suami dan istri.

Alloh berfirman,” Penuh cinta lagi sebaya umurnya. (QS Waqiah (56) : 37).
Dari sejak semula penciptaannya, bidadari special akan dipersembahkan kepada suaminya di surga. Karena itu ia terjaga lagi suci dari dengan penjagaan yang sempurna dari-Nya. ” Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin. ( QS : Ar Rohman (55) : 74 ). Alangkah beruntungnya orang-orang yang dipersandingkan dengan bidadari di surga-Nya.

Membayangkan kecantikan, kejelitaan dan kesempurnaan bidadari, sangat tidak pada tempatnya jika membandingkan dengan kecantikan wanita-wanita dunia ini. Teramat sangat jauhnya ketidaktepatan perbandingan seperti itu. Bagai membandingkan kerikil dengan mutiara.

Andai seluruh kecantikan wanita dunia yang paling cantik-cantik disatukan dan menjadi teramat-sangat cantik untuk ukuran dunia. Yang demikian itu tetap tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kecantikan bidadari. Sekedar kerudungnya saja, belum bidadarinya, sudah tidak ada apa-apanya dunia dan segala keindahannya. Termasuk kecantikan wanita-wanita didalamnya. Rosululloh SAW memberitahu kita semua dalam sabdanya,” Kerudung yang bertengger dikepalanya (bidadari), lebih bagus dan lebih indah daripada dunia dan segala isinya (HR. Bukhori).

Bidadari itu teramat-sangat harum yang keharumannya tidak terbayangkan dalam benak manusia. Jangan tanya seperti apa daya keharumannya. Andai satu saja dari bidadari diturunkan ke bumi, pengaruh keharumannya jauh lebih luas dibanding luasnya sinar matahari yang menyinari bumi. Jika sinar matahari hanya menyinari sebagian-sebagian dari belahan bumi seiring dengan perputaran bumi. Maka keharuman bidadari begitu dirunkan ke bumi, akan merata ke seluruh bumi tanpa kecuali.

Rosululloh SAW memberi tahu kita semua dalam sabda-Nya” Jika wanita surga ke bumi niscaya wanginya akan memenuhi seluruh bumi ( HR. Bukhori Muslim). Bahkan dalam pengandaian di hadits yang lain Rosululloh SAW menjelaskan, bahwa andai sehelai rambut bidadari dijatuhkan ke bumi, wanginya akan memenuhi seluruh bumi-Nya.” Jika sehelai saja dari rambut bidadari jatuh, niscaya wanginya akan meliputi seluruh timur dan barat (HR. Ath Thabrani)

Dan bayangkanlah (walau tidak akan pernah bisa membayangkannya) kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman orang-orang yang dipersandingkan dengan bidadari di istana-istana surga yang mewah dengan lingkungan teramat sangat indahnya. surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya (pula) untukmu istana-istana. (QS : Al Furqon (25) : 10 ).

Jangan lagi di surga, menikmati keindahan alam bersama istri yang cantik dan tinggal di hotel kamar VVIP saja, kebahagiaan manusia sudah sedemikian membuncahnya. Apalagi di surga-Nya. Tidakkah yang demikian melambungkan angan kita untuk menjadi salah seorang yang beruntung yaitu dipersandingkan dengan bidadari di surga-Nya?

WANITA DUNIA DI SURGA
Wahai wanita-wanita dunia, engkau jangan cemburu, takut kehilangan suami, rendah hati atau apalagi iri terhadap kecantikan dan kejelitaan bidadari surga. Kelak semua sifat-sifat jelek manusia-manusia bumi jika sudah memasuki surga-Nya semua akan dicabut oleh Alloh. Semua penghuni surga pasti beraklak sangat mulia.

Alloh berfirman,” Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS: Al A’Roof (7) : 43).

Bahkan ketahuilah, wanita-wanita dunia yang memasuki surga-Nya, akan memiliki kedudukan lebih istimewa dibandingkan dengan bidadari. Kemuliaan itu karena wanita dunia memasuki surga-Nya melalui perjuangan mengendalikan nafsu dan godaan setan. Bersabar dalam ketaatan kepada Alloh serta sabar dalam menjauhi larangan-larangan Alloh. Ibadah-ibadah wanita-wanita dunia kepada Alloh selama di muka bumi akan menjadi nilai lebih di surga-Nya. Puasanya, sholatnya, zakatnya, hajinya, umrohnya, sodaqohnya, pengabdian kepada suami dan seterusnya. Semua itu tidak dipunyai oleh bidadari surga.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Ummul Mu’minin, Ibunda Aisyah r.a berkata,” Setiap kali bidadari-bidadari bernyanyi dengan merdunya,’ Kamilah si cantik jelita, kamilah si lembut gemulai …’ (maka) wanita dunia yang masuk surga menjawab, ‘ (dulu) kami sholat dan kamu tidak, kami puasa dan kamu tidak, kami berwudu dan kamu tidak, …’ Maka bidadari surga tidak bisa menjawab.”

Karena itu wahai wanita-wanita dunia, tidakkah engkau berkeinginan untuk meraih kedudukan yang lebih mulia dibandingkan bidadari surga? Jalan untuk meraihnya sangat terbuka lebar. Alloh selalu membuka pintu-pintu pengabdian kepada-Nya serta selalu membuka pintu-pintu taubat-Nya. Beribadahlah dengan usngguh-sungguh kepadanya seraya selalu memelihara akhlak diri sebaik-baiknya. Insya Alloh, kelak engkau akan mendapati diri termasuk kedalam golongan wanita-wanita yang beruntung di negeri akhirat. Dan dengan rahmat kurnia-Nya engkau akan termasuk kedalam hamba-hamba-Nya yang dimasukkan kedalam surga-Nya. Wallohu a’lam bisshowab. (Redakni/NH)

source : http://nurulhayat.org/2008/12/24/bidadari-yang-cantik-jelita/

Sudah Beriman Mengapa Masih Miskin

Cukup banyak orang berkomentar, “Orang-orang non muslim rata-rata berkecukupan dalam harta. Kebanyakan dari mereka adalah orang kaya. Namun, banyak orang Islam—yang telah menjalankan ajaran agama dengan tekun—tetap saja rejekinya pas-pasan. Mengapa demikian?”

Dalam kajian keagamaan, ada maqâlah (perkataan atau ungkapan) yang sering kita dengar, yaitu :

كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

Hampir saja kefakiran itu menjadi kekufuran.

Sahabat Ali bin Abi Thalib kw. pernah mengatakan bahwa jika ada ular atau kemiskinan yang harus dibasmi lebih dulu, maka kemiskinanlah yang harus dihilangkan terlebih dahulu. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw. berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran” (HR Abu Daud)

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْفَقْرِ وَالْقِلَّةِ وَالذِّلَّةِ وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekurangan dan kehinaan, dan aku berlindung pula dari menganiaya dan dianiaya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)

M. Quraish Shihab menerangkan bahwa Islam tidak menjadikan banyaknya harta sebagai tolok ukur kekayaan, karena kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati dan kepuasannya. Sebuah lingkaran betapa pun kecilnya adalah sama dengan 360 derajat, tetapi betapa pun besarnya, bila tidak bulat, maka ia pasti kurang dari 360 derajat. Karena itu, Islam mengajarkan apa yang disebut qanâ‘ah. Seseorang tidak dapat menyandang sifat qanâ‘ah kecuali setelah melalui empat tahap, yaitu :

*
Menginginkan kepemilikan sesuatu
*
Berusaha sehingga memiliki sesuatu itu, dan mampu menggunakan apa yang diinginkannya itu
*
Mengabaikan yang telah dimiliki dan diinginkan itu secara suka rela dan senang hati
*
Menyerahkannya kepada orang lain, dan merasa puas dengan apa yang dimiliki sebelumnya


الْقَنَاعَةُ مَالٌ لاَيَنْفَدْ

Sikap qanâ‘ah adalah harta kekayaan yang tidak bisa habis.
(HR al-Qudha‘i dengan sanad Anas bin Malik)

Dalam hubungannya dengan bantuan kepada hamba-Nya, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur‘an :

وَمَنْ يَتَّـقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ ُ مَخْرَجًا

Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS ath-Thalâq [65] : 2)


وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِـبُ

Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). (QS ath-Thalâq [65] : 3)


وَمَنْ يَتَّـقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ ُ مِنْ أَمْرِه يُسْـرًا

Dan siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS ath-Thalâq [65] : 4)

Allah sudah menjamin di dalam ayat-ayat suci-Nya. Kalau memang kita beriman namun masih miskin, berarti ada yang kurang tepat dengan diri kita, mungkin iman kita atau cara-cara kita.

Dalam bahasa Arab, kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang. Sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung. Fakir adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga ”mematahkan” tulang punggungnya. Oleh karena itu, sebagian pakar mendefinisikan bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di atas setengah kebutuhan pokoknya.

Sesuai dengan akar katanya, faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan atau tidak dapat bergerak/berusaha. Keengganan berusaha adalah penganiayaan terhadap diri sendiri. Jaminan rejeki yang dijanjikan Allah ditujukan kepada makhluknya yang aktif bergerak, bukan yang diam menanti.


وَمَا مِنْ دَۤابـَّةٍ فىِ اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada satu dâbbah-pun di bumi kecuali Allah yang menjamin rejekinya. (QS Hûd [11] : 6)

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata dâbbah mempunyai arti harfiah “yang bergerak”.

Apabila telah ditunaikan shalat (Jum‘at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS al-Jumu‘ah [62] : 10)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Âli ‘Imrân [3] : 14)

Ibnu Khaldun dalam kitabnya yang berjudul “Muqaddimah” menjelaskan bagaimana naluri kepemilikan itu kemudian mendorong manusia bekerja dan berusaha. Hasil kerja tersebut apabila mencukupi kebutuhannya, dalam istilah agama disebut rizqi (rejeki) dan bila melebihinya disebut kasb (hasil usaha). Seorang penyair berkata :

Jika engkau punya ide, maka segera satukan tekad untuk melakukannya
Sebab rusaknya ide itu karena keraguan semata

Dengan demikian, kerja dan usaha merupakan dasar utama dalam memperoleh kecukupan dan kelebihan. Janganlah kita bermalas-malas, pesimis apalagi berputus asa dari rahmat-Nya. Andaikata rasa putus asa itu tiada akan pernah sirna, niscaya kehidupan ini akan menjadi gelap.

Kesulitan hidup akan berubah, belenggu kehidupan akan berujung pada kebahagiaan. Seandainya rasa takut itu kekal, maka jiwa manusia akan sia-sia. Sejatinya setiap ada ketakutan pasti akan berganti dengan ketenangan dan kedamaian. Andaikata kesedihan itu tiada berakhir, niscaya hati manusia akan berguncang. Hakikatnya, setiap kesedihan akan berujung pada suka cita.

Pandanglah dari celah pintu harap agar kita melihat alam yang terbuka, taman harapan yang menghijau dan kebahagiaan yang menyongsong; agar kita menyaksikan perhatian Tuhan menyelimuti diri kita, serta kelembutan-Nya mendekap kita.

Rasulullah saw. pernah bersabda dalam hadits-hadis beliau agar kita bekerja keras, tidak bersedih hati apalagi patah semangat.

َلأَنْ يَّأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِى بِحُرْمَةٍ مِنْ حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَـبِيْعُهَا فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْـأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْمَنَعُـوْهُ

Salah seorang di antara kamu mengambil tali, kemudian membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya lalu dijualnya, sehingga ditutup Allah air mukanya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang, baik ia diberi atau ditolak. (HR Bukhari)

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْـتَعِنْ بِاللهِ، وَلاَ تَعْجَزْ

Kerjakanlah sesuatu yang bermanfaat bagimu dengan sungguh-sungguh, memohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan patah semangat.
(HR Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad)

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap ragu-ragu untuk bertindak dan kesedihan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari lemah bertindak (pesimis/putus asa) dan malas. Dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan penindasan (tindak semena-mena) orang-orang kepadaku. (HR Abu Daud)

Dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib kita, jika kita tidak mau berusaha mengubahnya.

إِنَّ اللهَ لاَيُغَـيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتـّىٰ يُغَـيِّرُوْا مَا بِأَنْفُسِـهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS ar-Ra‘d [13] : 11)

Kalau di tempat kita berdomisili tidak ditemukan lapangan pekerjaan, Al-Qur’an menganjurkan kepada kita untuk berhijrah mencari tempat lain. Pasti kita akan menemukan di bumi ini, tempat perlindungan yang banyak rejekinyaز

Siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rejeki yang banyak. (QS an-Nisâ’ [4] : 100)

Tsabit ibn Zuhair berkata :

Jika seseorang tidak berusaha
Padahal nasibnya telah mengharuskannya berusaha
Dia telah menyia-nyiakan nasibnya itu, dan akan ditinggalkan
Namun orang yang bertekad baja tidak pernah menyerah pada ujian
Akan selalu melihat masalah dengan mata terbuka
Dia adalah penembus zaman, yang selalu bergerak
Jika ditutup satu pintu, dia akan menerobos pintu yang lain

‘Aidh al-Qarni berpesan, “Jika Anda meyakini diri Anda diciptakan hanya untuk meraih hal-hal kecil, maka Anda pun hanya akan mendapatkan yang kecil-kecil saja. Tapi sebaliknya, bila Anda yakin bahwa diri Anda diciptakan utuk menggapai hal-hal besar, niscaya Anda akan memiliki semangat dan tekad besar yang akan mampu menghancurkan semua aral dan hambatan.”

“Dengan semangat itu pula Anda akan dapat menembus setiap tembok penghalang dan memasuki lapangan kehidupan yang sangat luas untuk suatu tujuan hidup mulia. Ini dapat kita saksikan dalam kenyataan hidup. Siapa ikut lomba lari seratus meter misalnya, ia akan merasa capek tatkala telah menyelesaikanya. Lain halnya dengan seorang peserta lomba empat ratus meter, ia belum merasa capek tatkala sudah menempuh jarak seratus atau dua ratus meter. Begitulah adanya, jiwa hanya akan memberkan kadar semangat sesuai dengan kadar atau tingkatan sesuatu yang akan dicapai seseorang. Maka, pikirkan setiap tujuan Anda. Dan jangan lupa, hendaklah tujuan Anda selalu tinggi dan sulit dicapai,” kata ‘Aidh Al-Qarni meneruskan nasihatnya.

Dalam Asmaul Husna, Allah adalah Al-Muqît, Yang Maha Pemelihara dan Maha Kuasa untuk memberi rejeki yang mencukupi seluruh makhluk-Nya. Pada makna sifat Al-Muqît terdapat penekanan dalam sisi jaminan rejeki, banyak atau sedikit. Allah juga Ar-Razzâq (Maha Pemberi Rejeki), yang mengandung maksud bahwa Allah berulang-ulang dan banyak sekali memberi rejeki kepada semua makhluk-Nya.

Allah adalah Ar-Ra’ûf (Yang Maha Pelimpah Kasih). Kata ra’ûf terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf ra’—hamzah—fa’, yang maknanya berkisar pada kelemahlembutan dan kasih sayang. Kata ini, menurut pakar bahasa az-Zajjaj sama dengan rahmat, hanya menurutnya, apabila rahmat sedemikian besar, maka ia dinamai ra’fat, dan pelakunya disebut Ra’ûf.

Mufassir al-Biqa‘i ketika menafsirkan ayat “Sesungguhnya Allah Maha Pengasih (Ra’ûf) lagi Maha Penyayang (Rahîm) kepada manusia” QS al-Baqarah [2] : 143, menjelaskan bahwa ra’fat adalah rahmat yang dianugerahkan kepada yang menghubungkan diri dengan Allah melalui amal shaleh. Menurut pendapat al-Harrali, ra’fat adalah kasih sayang pengasih kepada siapa yang memiliki hubungan dengannya.

Ra’fat menggambarkan sekaligus menekankan melimpah ruahnya anugerah, karena yang ditekankan pada sifat Ar-Ra’ûf adalah Pelaku yang amat kasih, sehingga melimpah ruah kasihnya. Adapun yang ditekankan pada Ar-Rahîm adalah penerima dari besarnya kebutuhan.

Terjalinnya hubungan terhadap yang dikasihi dalam penggunaan kata ra’fat, membedakan kata ini dengan rahmat, karena rahmat digunakan untuk menggambarkan tercurahnya kasih, baik terhadap siapa yang memiliki hubungan dengan pengasih maupun tidak.

Ra’fat selalu melimpah ruah, bahkan melebihi kebutuhan, sedangkan rahmat sesuai dengan kebutuhan. Al-Qurthubi mengemukakan bahwa ra’fat digunakan untuk menggambarkan anugerah yang sepenuhnya menyenangkan, sedangkan rahmat boleh jadi pada awalnya menyakitkan, namun beberapa waktu kemudian akan menyenangkan.

Sambil berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan dalam hidup, janganlah kita melupakan sabda Rasulullah saw. :

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْـفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَلاَّ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

Lihatlah orang yang lebih rendah (kenikmatannya) darimu dan janganlah melihat kepada yang lebih banyak (kenikmatannya) darimu agar kamu tidak mencela nikmat yang Allah anugerahkan kepadamu. (HR Muslim dan Tirmidzi)

Ibnu Athaillah menasihatkan, “Terkadang Allah memberimu, tapi sebenarnya menahan anugerah untukmu. Adakalanya Allah mencegah pemberian untukmu, meskipun sebenarnya Allah telah memberi anugerah untukmu.”

Kadang-kadang Allah memberi kekayaan kepada manusia beserta kesenangannya, akan tetapi Allah tidak memberi taufik dan hidayah-Nya. Sebaliknya, terkadang Allah tidak memberi anugerah kekayaan dunia, akan tetapi menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Allah menahan rejeki manusia, adakalanya untuk memberi kesempatan baginya mencari taat, dan menghindarkannya dari maksiat; atau memberinya kekayaan, tapi tidak memberinya ketaatan dan keshalehan.

“Allah memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan. Allah memberi kesempitan kepadamu agar kamu tidak hanyut di waktu lapang. Allah melepaskan kamu dari kedua-duanya agar kamu tidak menggantungkan diri kecuali kepada-Nya semata,” pesan Ibnu Athaillah berikutnya.

Di samping terus bekerja keras, bila orang yang beriman masih tetap miskin, maka itu adalah ujian dari Allah. Dr. Raghib as-Sirjani dalam bukunya “Misteri Shalat Subuh (Kayfa Nuhâfizhu ‘alâ Shalâtil Fajri)” berpesan,

“Ujian merupakan sunnah Ilahiah yang berlaku sejak zaman dahulu. Allah menjadikan ujian agar menjadi pembeda antara orang munafik dan orang mukmin. Allah menjadikan ujian agar menjadi standar bagi semua manusia tanpa kecuali, semenjak diciptakan Nabi Adam as. hingga hari Kiamat kelak.

Ujian memiliki ciri-ciri khusus.

Pertama, ujian haruslah sulit. Kalau ujian tidak sulit atau bahkan sangat mudah, maka semuanya akan lulus, baik mukmin maupun munafik. Bila ujian seperti ini, maka pada akhirnya tidak bisa dibedakan antara mukmin dan munafik.

Kedua, ujian tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil. Apabila ujian tersebut mustahil dilakukan, maka kedua-duanya akan gagal, baik mukmin maupun munafik.

Ketiga, ujian ini harus seimbang, artinya sulit bagi munafik untuk lulus dalam ujian itu. Namun bukan berarti pula mustahil dilakukan. Dengannya, terbuka kesempatan bagi mukmin untuk lulus dalam ujian tersebut.”

Itulah ciri-ciri ujian. Lebih lanjut, beliau berkata, “Ujian Allah untuk hamba-Nya tidak sedikit jumlahnya, dan berlaku terus-menerus sejak manusia mendapat beban syariat sampai datangnya kematian. Ujian memiliki variasi tingkat kesulitan. Seorang mukmin harus lulus dalam semua ujian itu untuk membuktikan kebenaran imannya, dan untuk menyelaraskan antara lisan dan hatinya.”

Melalui ikhtiar, kita kembalikan segala sesuatu kepada-Nya. Tidak perlu keluh kesah, tidak perlu hati menjadi keruh karena segala sesuatu telah diatur oleh Allah sendiri serta menempatkan setiap orang pada bagian dan proporsinya masing-masing.

Tanamkan optimisme pada diri kita akan masa depan yang cerah dan fajar kehidupan yang baru, karena Allah tidak memberi ujian dengan maksud menghancurkan kita. Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya jatuh kepada kesengsaraan, selama kita masih tetap berada dalam hukum-hukum-Nya. Dengan ujian itu Allah berkehendak memberi cambuk kecil, membangkitkan diri kita dari kelalaian dengan sedikit perasaan menyesal. Allah bermaksud mengajarkan bahwa dengan kelaparan maka kita akan merasakan arti kenyang, dan dengan rasa lelah maka kita akan mengerti arti istirahat. Dengan ujian-ujian itu kita akan menjadi orang yang pandai bersyukur dan berdzikir.

Seberapa besar—kuat atau lemah—iman kita, maka sebatas itu pula kebahagiaan, ketentraman, kedamaian dan ketenangan kita.


Siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS an-Nahl [16] : 97)


Maksud ”kehidupan yang baik” (hayâtan thayyibah) dalam ayat ini adalah ketenangan jiwa dikarenakan janji baik Rabb mereka, keteguhan hati dalam mencintai Dzat yang menciptakan mereka, kesucian nurani dari unsur-unsur penyimpangan iman, ketenangan dalam menghadapi setiap kenyataan hidup, kerelaan hati dalam menerima dan menjalani ketentuan Allah, dan keikhlasan dalam menerima takdir.


Bersamaan dengan usaha keras disertai doa, orang beriman yang masih miskin janganlah bersedih hati. Abdul Aziz bin Rawwad rahimahullâh berkata, “Kemuliaan Allah bukan dimiliki oleh orang yang mengenakan kain sutra dan memakan roti gandum, atau dimiliki oleh orang yang mengenakan kain wol dan memakan gandum. Kemuliaan Allah dimiliki oleh orang yang ridha atas apa yang ditetapkan (takdir) Allah kepada dirinya.”


Dalam syairnya, ‘Aidh al-Qarni menasihatkan agar kita tidak banyak mengeluh dan berduka lara.


Betapa banyak kau mengeluh dan berkata tak punya apa-apa
Padahal bumi, langit dan bintang adalah milikmu
Ladang, bunga segar, bunga yang semerbak
Burung bulbul yang bernyanyi riang
Air di sekitarmu memancar berdecak

Dunia ceria kepadamu lalu mengapa kau cemberut
Dan dia tersenyum kenapa kau tidak tersenyum
Lihatlah masih ada gambar-gambar
Yang mengintip di balik embun
Seakan bicara karena indahnya


Rahmat Allah di akhirat jauh lebih banyak daripada di dunia. Nabi Muhammad saw. bersabda :


إِنَّ ِللهِ مِائَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ مِنْهَا رَحْمَةً وَاحِدَةً بَيْنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ فَبِهَا يَتَعَاطَفُوْنَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُوْنَ وَبِهَا تَعْطِفُ الْوَحْشُ عَلَى وَلَدِهَا وَأَخَّرَ اللهُ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ رَحْمَةً يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sesungguhnya Allah mempunyai seratus rahmat. Dia menurunkan satu rahmat kepada jin, manusia, binatang dan lainnya. Dengan satu rahmat itu mereka saling menyayangi, saling mengasihi. Dengannya binatang liar mengasihi anaknya. Allah mengakhirkan kesembilan puluh sembilan rahmat-Nya. Dengannya Dia merahmati hamba-Nya pada hari Kiamat.
(HR Bukhari dan Muslim)


Ibnu Hazm pun menghibur kita agar tidak larut dalam kesedihan karena kemiskinan. Beliau bersenandung tentang kemiskinan dalam bait puisinya yang menyejukkan jiwa dan melipur lara :


Kujadikan kemiskinan sebagai pelindung diri
Tak pernah kupakai pakaian kehinaan tuk hati ini
Yang kuperoleh cukuplah sebagai pelindung diri
Dari kepongahan dan kebejatan yang menghinakan diri
Hanya agama dan harga diri yang kupedulikan
Selainnya, tak sedikit pun kuhiraukan


Mungkin kita akan berkata, “Bagaimana pun caranya, yang penting kaya dulu. Kalau sudah kaya, kan bisa sedekah, membantu fakir miskin, panti asuhan, menyumbang pembangunan masjid, sekolah, pondok pesantren dan bisa naik haji berkali-kali.”


Janganlah kita mempunyai prinsip demikian, karena kita akan cenderung menghalalkan segala cara. Kalaupun kita kaya karenanya, itu bukanlah nikmat, tapi istidrâj (dalam bahasa Jawa disebut penglulu), diberi tapi untuk dihancurkan.


Pesan Ibnu Athaillah, “Takutlah kamu dari wujud kebaikan Allah yang diberikan kepadamu, padahal kamu masih tetap bermaksiat kepada-Nya, yang kelak bisa menjadi istidrâj (membiarkan kamu bersenang-senang dalam kenikmatan itu). Sepeti firman Allah yang artinya, ‘nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui’ (QS al-A‘râf [7] : 182).”


Perlu kita ingat lagi bahwa tidak mungkin Allah menerima sedekah atau amal ibadah yang didapat dari barang haram. Bagaimana mungkin kita berwudhu menggunakan air comberan? Rasulullah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib,


يَا عَلِيُّ لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ بِلاَ وُضُوْءٍ وَلاَ صَـدَقَةً مِنَ الْحَرَامِ

“Wahai Ali, Allah tidak menerima shalat tanpa wudhu dan sedekah dari barang haram.”


يَا عَلِيُّ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَلَمْ يُحِلَّ حَلاَلَهُ وَلَمْ يُحَرِّمْ حَرَامَهُ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ نَبَذُوْا كِتَابَ اللهِ وَرۤاءَ ظُهُوْرِهِـمْ

“Wahai Ali, siapa membaca Al-Qur’an tapi dia tidak menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur’an, dan tidak mengharamkan apa diharamkan Al-Qur’an, maka dia tergolong orang-orang yang membuang Al-Qur’an ke belakang punggung mereka.”


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abbas dari Anas bin Malik, disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda :


طُوْبَى لِعَبْدٍ أَنْفَقَ مِنْ مَالٍ إِكْتَسَـبَهُ مِنْ غَيْرِ مَعْصِيَةٍ

Berbahagialah hamba yang berinfak dari harta yang diperolehnya bukan dari maksiat. (HR Ibnu ‘Addi dan al-Bazzar)


Rasululullah juga pernah bersabda tentang tubuh yang diisi dengan sesuatu yang haram :


كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ – أَيْ مِنْ حَرَامٍ – فَاالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Setiap badan yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka adalah lebih utama baginya. (HR Tirmidzi)


Ibnu Hazm mengingatkan kita dalam bait puisinya yang menyentuh jiwa dan membakar asa :


Bersyukurlah pada Allah atas kebesaran-Nya
Ia Pemberi rejeki seluruh penghuni semesta
Baik orang Badui maupun Arab tak ada bedanya
Ia hamparkan bumi, langit, udara, laut, hujan juga
Demi kebaikan kita, janganlah kaubangkangi Ia
Sungguh, semua orang kan tanggung amalannya


Di buku “Becoming A Star” dan “One Million 2nd Chances”, Mario Teguh menasihatkan banyak hal dengan penuh kebijakan. Marilah bersama-sama kita serap, perindah dan refleksikan.


Kehidupan ini adalah sebuah reality show yang tidak satu orang pun di antara kita akan berhasil keluar dengan tetap membawanya (maksudnya membawa serta kehidupan, karena kita akan mati), dan tidak akan ada lagi kesempatan untuk memperbaikinya nanti sesudah selesai (maksudnya sesudah meninggal).


Maka, marilah kita penuhi hidup ini dengan pemungkin keberhasilan, sekarang dan sesegera mungkin. Nikmatilah hidup ini, dan nikmatilah dengan memungkinkan diri ini mencapai kualitas tertinggi dari yang bisa kita capai, menyampaikan nilai pelayanan terbaik dari yang bisa kita berikan kepada sebanyak mungkin orang, dan menikmati proses itu semua dengan keseimbangan yang membahagiakan.


Jadikanlah diri kita sebuah pribadi yang kehadirannya dalam reality show ini menjadi berkah bagi mereka yang bertemu dan yang mengenal kita. Jadilah sebuah pribadi yang bersyukur karena telah diijinkan hidup dalam sebuah diri yang baik, yang berkualitas, dan yang membangun nilai dirinya melalui kegunaan bagi orang lain.


Kehidupan adalah sebuah permainan yang sangat serius. Dan seperti semua permainan, hidup ini punya ketentuan dan peraturan-peraturannya sendiri; yang tidak selalu jelas bagi mereka yang sedang berkutat di dalamnya, tetapi yang tertulis dan terkatakan dengan jelas bagi mereka yang berusaha mengerti.


Dalam saat-saat penuh keraguan dan ketakutan seperti saat ini, saat doa dan permintaan seolah tak terdengar, saat harapan tertiup cepat menjauh; hati ini demikian penuh dengan perasaan yang tak terjelaskan, mencari sesuatu untuk diyakini, dan mulut ini menuturkan kata-kata yang sebelumnya tak terpikirkan untuk dikatakan. Akan ada keajaiban, bagi kita bila kita percaya. Meskipun harapan kita lemah, tetapi harapan itu sulit digerus. Entah keajaiban apa yang akan kita capai bila kita percaya. Tetapi, pasti akan datang kepada kita sebuah keajaiban, bila kita percaya.


Dalam kerajaan pikiran, yang kita percaya sebagai yang nyata, bisa memang sebuah kenyataan, atau kitalah yang menjadikannya kenyataan. Kita akan dengan mudah sekali mempercayai yang kita harapkan akan terjadi. Telah sering terjadi, kita hanya mendengar yang ingin kita dengar, dan melihat yang ingin kita lihat.


Maka, bila kita percaya bahwa diri kita tidak beruntung, sebetulnya tanpa kita sadari, kita bersikap seperti kita mengharapkan putusnya keberuntungan kita sendiri. Yang kita harapkan akan menjadi keyakinan kita. Yang kita yakini akan menjadi harapan kita. Maka berhati-hatilah dengan apa yang kita harapkan.


Mengapakah kita gunakan pikiran dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan kita untuk berhasil? Ketahuilah bahwa apa pun yang menjadi perhatian kita, akan tumbuh membesar dan menguat, hingga ia mencapai kewenangan yang dapat memaksa kita untuk hanya memperhatikannya. Maka sebetulnya mudah bagi kita untuk mencapai keajaiban yang kita rindukan itu, bila kita temukan bibit-bibit kebaikan untuk kita jadikan pusat perhatian.


Pelajarilah apa yang benar, agar mudah bagi kita untuk berlaku benar. Awalilah dengan mengupas kerak pelajaran masa lalu yang terbukti menjauhkan kita dari kebaikan. Mempelajari yang benar—sebetulnya, adalah urutan perilaku bersungguh-sungguh untuk melepaskan ikatan-ikatan yang melumpuhkan. Janganlah memikirkan sesuatu yang tidak memuliakan, karena pikiran kita akan menjadi keyakinan. Kemudian keyakinan akan memilihkan kita, kata-kata dan tindakan kita; padahal kata-kata dan tindakan kitalah yang akan menjadikan masa depan kita. Pikiran adalah awal dari masa depan.


Dahulukanlah yang seharusnya kita dahulukan. Perhatikanlah awal dari semua kesulitan kita. Mereka selalu berasal dari kita tundanya tindakan yang seharusnya kita dahulukan. Lalu, perhatikanlah bagaimana kita mendahulukan yang seharusnya terakhir, atau mengadakan yang seharusnya tidak ada. Bukankah banyak penyesalan kita yang berasal dari kelemahan kita untuk melakukan yang seharusnya kita lakukan, saat ia masih mudah untuk dilakukan? Juga karena kita tidak menyegerakan melakukan sesuatu sekarang, karena kita mengira bahwa keadaan kita tidak akan memburuk?


Sayangilah diri kita, dan perbaikilah pikiran kita. Lakukanlah apa pun, selama yang kita lakukan menghindarkan kita dari keadaan yang lebih sulit. Perhatikanlah, bagi seorang yang sedang tenggelam, gerakan apa pun yang dilakukannya, selain gerakan tenggelam adalah gerakan penyelamatan. Dan bila ia kemudian selamat, dan menyebut keselamatannya sebuah keajaiban—sebetulnya dialah yang menyebabkan keajaiban itu. Tentunya secara hakikat adalah pertolongan dari Beliau Yang Maha Membantu.


Hidup ini bersikap ramah kepada kita yang bersungguh-sungguh untuk mencapai kemenangan, dan bersikap keras kepada mereka yang tidak terlibat secara sadar dalam prosesi kehidupan. Yang menyedihkan bagi para pemerhati adalah bila mereka yang dikerasi oleh kehidupan agar sadar, ternyata menerima kesulitan hidup sebagai nasib buruk, seolah-olah upaya mereka tidak akan mendatangkan perubahan. Seandainya saja mereka mau mendorong diri mereka untuk mencoba, untuk berjuang dalam perjuangan yang benar, tidak membiarkan diri mereka menua tanpa guna, dan melibatkan diri dalam pertarungan-pertarungan kecil yang tidak bernilai.

Dalam sebuah konsultasi bisnis, Mario Teguh menasihatkan bahwa kita harus menjadi orang baik. Orang baik akan dimuliakan, akan ada pekerjaan langit yang membantu orang baik. Bila ada orang beriman namun masih miskin, berarti cara-caranya yang kurang baik, mungkin pelayanan kepada orang lain yang kurang baik serta kurang memberi keuntungan dan manfaat pada orang lain.


Jadikanlah diri kita pribadi yang 3D (Disukai, Diterima dan Dipercaya). Selain itu, janganlah kita memandang diri ini apa adanya, pandanglah diri ini sebagaimana bisa jadinya. Jangan pula kita membatasi apa yang bisa kita lakukan, karena hal itu akan membatasi apa yang bisa kita capai. Marilah kita berdoa agar diberi kemampuan yang sesuai dengan tugas yang kita emban. Janganlah kita berdoa agar diberi tugas yang sesuai dengan kemampuan kita.


Berikut ini 3 Super Steps yang beliau nasihatkan, sebagai langkah agar kita berhasil dalam hidup ini :

*
Jujur
Jadilah pribadi yang jujur. Kejujuran adalah citra terbaik. Orang jujur tidak selalu kaya, tetapi hidupnya tidak merugi. Saat orang jujur menjadi kaya, hidupnya pasti penuh berkah. Yang sebetulnya kita hormati adalah orang jujur yang pandai, bukan orang pandai yang jujur. Karena, hormat kita akan hilang bila terbukti seorang yang pandai itu tidak jujur. Tetapi, kekurangan apa pun pada pribadi yang jujur, tidak akan menghapus hormat kita kepadanya, apalagi bila dia memiliki kelebihan yang penting bagi kebaikan orang lain.

Yang menghormati orang kaya yang tidak jujur, selalu adalah orang yang mengharapkan pembagian dari harta yang tidak jujur itu. Tetapi, orang miskin yang jujur, bahkan juga yang kaya dan jujur, selalu menerima aliran doa dari hati yang tak terhitung jumlahnya.

Bila ada harta yang bisa dicapai dengan ketidakjujuran, itu berarti bahwa sebenarnya ada harta yang juga bisa dicapai dengan kebaikan, bila saja kita mau bersabar. Maka, bersabarlah. Karena mungkin, lambatnya kedatangan harta yang baik itu sebenarnya pemisah antara kita yang baik dan mereka yang mencacatkan dirinya sendiri. Hati yang jernih bisa mengerti bahwa kemampuan yang terhormat adalah sumber dari kekayaan yang mengharukan.

Hormat kepada diri sendiri adalah pembentuk keberanian pribadi yang sebenarnya. Orang yang tidak jujur, ternyata juga tidak menghormati orang yang tidak jujur. Seorang penjahat pun membutuhkan orang jujur untuk mengelola keuangannya.

Hati yang jujur menghasilkan tindakan-tindakan yang jujur pula. Hati kita tidak mungkin mengharapkan selain kekayaan yang dalam keutuhannya tercerminkan senyum dari Yang Maha Memberkati. Sebaliknya, mengharapkan keuntungan tidak jujur adalah awal dari kerugian. Maka, pilihlah kejujuran.

*
Kerja keras
Kendaraan menuju keberhasilan adalah kerja keras. Mereka yang menolak untuk bekerja keras, karena telah menemukan konsep bekerja cerdas, masih tetap diharuskan untuk bekerja keras dalam kecerdasannya. Lalu kerja keras itu membutuhkan tenaga untuk bergerak maju, dan itu yang kita sebut kesungguhan.

Tidak ada orang yang teratur menolak untuk bekerja keras, yang pantas bagi nasib baik. Tetapi, tidak ada orang yang teratur bekerja keras, yang tidak berhak bagi nasib baik. Lalu, dia yang malas bekerja keras, harus rajin berlatih meminta-minta. Dan, dia yang menghindari kerja keras saat muda, akan dipaksa bekerja keras di masa tua.

Itu sebabnya, bekerja saja tidak cukup. Kita harus bekerja keras. Bekerja keras itu mulia, karena bahkan saat kita bekerja keras pada sesuatu yang tidak menghasilkan, kita akan tetap diuntungkan oleh penampilan dari kesungguhan kita, dan kita akan tetap diuntungkan oleh latihan baik yang kita dapatkan di dalam bekerja keras itu.

Bila tidak ada orang yang memperhatikan kerja keras kita, sadarilah bahwa langit sedang lekat memperhatikan kita. Janganlah berkecil hati dengan kecil dan lambatnya hasil dari kerja keras kita, karena cinta kasih di langit itu dibangun dari keharuan yang syahdu kepada mereka yang tetap setia kepada kerja kerasnya, walaupun apa pun.

Bersabarlah, karena akan pasti datang penuntun bagi penepatan kerja kita. Dan karenanya dan karena kita, akan tumpah semua rahmat yang selama ini tertunda dengan sebuah maksud. Janganlah lupa bahwa alam tidak pernah berlaku tanpa sebuah maksud yang pasti. Kita harus bekerja keras. Dan, kita pasti akan cepat setuju bahwa bekerja keras pada pilihan pekerjaan yang tepat, akan menghasilkan hadiah yang dapat membiayai pencapaian dari impian-impian yang lebih besar.

Bekerja keras sesaat, hanya cukup untuk pencapaian hasil sesaat. Tetapi, hidup kita ini adalah barisan panjang dan tak berjeda dari banyak saat. Hanya dia yang memiliki disiplin pribadi yang baik, yang akan memastikan dirinya bekerja keras pada pekerjaan yang tepat di setiap saat. Maka bekerja keras di sepanjang semua saat itu, adalah pembangun dan pembentuk kehidupan ini.

*
Mudah dibantu
Banyak orang curiga dirinya tidak disayangi dan tidak dibantu. Bagaimana kalau kita menjadikan diri kita disayangi dan dibantu. Adakalanya orang mempersulit dirinya dibantu orang lain, mungkin karena gengsi, yang membantu lebih muda, sombong atau merasa diri hebat sehingga tidak perlu bantuan orang.

Tanda-tanda kita disayangi Tuhan adalah ketika kita disayangi manusia, diperhatikan manusia. Rejeki itu datangnya lewat orang. Jadi jika orang itu memudahkan rejeki bagi kita, ada ijin dari langit.

Jadilah pribadi yang mudah dibantu. Salah satu caranya dengan mudah menerima nasihat. Jangan membantah saat diberi nasihat dengan mengatakan, ”Ya, tapi kan...”, ”Ya, kalau...”

Di buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Ary Ginanjar Agustian mengejawantahkan rukun iman dalam kehidupan sehari-hari, agar kita sukses di kehidupan dunia, tentunya juga di akhirat kelak.


Perlu penulis sampaikan bahwa di buku tersebut, urutan rukun iman dimulai dari iman kepada Allah, para malaikat, para rasul, kitab-kitab suci, hari akhir dan qadha serta qadar (takdir) Allah. Mungkin ada di antara kita yang mengenal rukun iman dengan susunan berbeda, termasuk penulis sendiri. Yang kita ketahui selama ini, susunannya adalah iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir dan qadha serta qadar (takdir) Allah. Ada perbedaan pada urutan ketiga dan keempat. Hal ini tidak perlu diperdebatkan, yang penting esensinya sama.


Namun demikian, akan penulis sajikan terjemah hadits yang berhubungan dengan urutan rukun iman yang penulis ketahui. Terjemah hadits ini penulis nukil dari buku “Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah saw.” yang merupakan terjemahan buku “At-Tâju al-Jâmi‘u lil-Islâmi fî Ahâdîtshi ar-Rasûli”. Sahabat Umar bin Khaththab ra. telah menceritakan hadits yang cukup panjang sebagai berikut :


Pada suatu hari ketika kami (para sahabat) sedang berada di hadapan Rasulullah saw., tiba-tiba muncul seorang lelaki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam pekat. Pada diri lelaki itu tidak terdapat tanda bekas perjalanan dan tiada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia langsung duduk di hadapan Nabi saw. Seraya menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri. Ia bertanya,


“Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Islam.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa pada bulan Ramadhan; berhaji ke Baitullah apabila engkau mampu mengadakan perjalanan kepadanya.”

Ia berkata, “Engkau benar.”

Sahabat Umar ra. mengatakan,
“Kami heran terhadapnya, ia bertanya tetapi juga membenarkan.”

Selanjutnya lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang iman.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.”

Lelaki itu mengatakan, “Engkau benar.”

Ia bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang ihsan.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat-Mu.”

Lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang hari Kiamat,”

Rasul saw. menjawab,
“Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.”

Lelaki itu mengatakan,
“Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.”

Rasul saw. menjawab,
“Manakala budak sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan bila engkau melihat orang-orang yang tidak berterompah telanjang miskin lagi penggembala kambing mulai berlomba-lomba saling tinggi-meninggi dalam bangunan.”

Sahabat Umar melanjutkan ceritanya,
“Kemudian lelaki itu pergi dan aku tinggal sendirian selama beberapa waktu.”

Setelah itu Nabi saw. berkata kepadaku,
“Hai Umar, tahukah engkau siapa orang bertanya kemarin?”

Aku menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Nabi saw. berkata,
“Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.”

(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Di buku “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, M. Quraish Shihab juga menjelaskan urutan yang sama dengan hadits di atas tentang rukun iman. Wallâhu a‘lam.

Ary Ginanjar Agustian memberikan saran dan aplikasi untuk iman dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut dengan istilah Membangun Mental (Mental Building).

1.
Prinsip Satu – Prinsip Bintang (Star Principle)

· Bekerjalah karena Allah, bukan karena pamrih kepada orang lain. Maka, Anda akan memiliki integritas tinggi, yang merupakan sumber kepercayaan dan keberhasilan.

· Jangan berprinsip kepada yang selain Allah. Jangan berprinsip pada sesuatu yang labil dan tidak pasti seperti harta, nafsu hewani, kedudukan, penghargaan orang lain atau apa pun selain Allah. Yakinlah, dengan hanya berprinsip kepada-Nyalah akan membuat mental Anda lebih siap menghadapi kemungkinan apa pun di hadapan Anda.

· Lakukanlah segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya karena Allah, dan ingatlah selalu Allah Yang Maha Tinggi. Maka, Anda akan mendapatkan hasil yang jauh berbeda dan jauh lebih baik.

· Berpedomanlah selalu pada sifat-sifat Allah, seperti ingin selalu maju, ingin selalu adil, ingin selalu memberi, ingin selalu memberi kasih dan sayang, ingin selalu kreatif dan berinovasi, berpikir jernih, mau belajar, ingin selalu bijaksana dan ingin selalu memeliharanya.

· Bangun kepercayaan dari dalam diri, jangan karena penampilan fisik, tetapi iman Andalah yang akan memancarkan kharisma diri Anda.

· Bangun motivasi Anda karena Anda adalah makhluk Allah yang sempurna, dan Anda adalah wakil Allah. Raihlah cita-cita dan harapan Anda dengan kemauan yang kuat membara.

· Dzikirlah dengan Lâ ilâha illallâh.

2.
Prinsip Dua – Prinsip Malaikat (Angel Principle)


Apabila bekerja, kerjakanlah sesuatu dengan tulus, ikhlas dan jujur, seperti malaikat. Ingatlah bahwa Anda bekerja karena Allah bukan karena yang lain, jadikan ini ibadah kepada Allah. Berprestasilah dengan setinggi-tingginya di setiap pekerjaan, karena Allah melihat Anda. Tidak perlu minta diawasi oleh orang lain, atau meminta penghargaan dari orang lain, biarlah Allah yang menghargai, bukan mereka. Jangan setengah-setengah. Anda akan meraih kepercayaan! Ingat, integritas adalah sumber persahabatan dan kepercayaan.

3.
Prinsip Tiga – Prinsip Kepemimpinan (Leadership Principle)

· Berilah perhatian kepada semua orang dengan tulus agar Anda dicintai dan binalah selalu tali hubungan persahabatan.

· Bantu orang lain dengan ikhlas, pelajari apa tangisan dan apa impian mereka, lalu bantulah mereka.

· Selalu mau mengajari dan mendidik orang lain yang membutuhkan bimbingan.

· Jagalah selalu sikap dan tingkah laku Anda, karena hal ini bisa meningkatkan bahkan menurunkan kepercayaan dari diri Anda, dan ini akan berpengaruh pada lingkungan Anda.

· Jadilah pemimpin karena pengaruh Anda, bukan karena hak Anda.

· Dengarkanlah selalu suara hati, pimpinlah hati mereka bukan kepala mereka.

· Jadikanlah Rasulullah sebagai suri teladan.

4.
Prinsip Empat – Prinsip Pembelajaran (Learning Principle)

· Bacalah buku-buku, teruslah belajar. Jikalau Anda malas membaca, cukup baca satu lembar saja per hari. Ingatlah bahwa membaca koran atau majalah bukanlah dikatakan “membaca”, karena isinya banyak merupakan informasi atau gosip yang seringkali memengaruhi pikiran Anda.

· Baca selalu situasi lingkungan Anda, pelajari dan analisa, ambil selalu hikmahnya, kemudian upayakan suatu langkah perbaikan dan penyempurnaan.

· Bacalah Al-Qur’an dan Hadits, jangan hanya bunyinya saja, namun ambillah makna dan inti sarinya.

· Apabila Anda sedang bingung untuk mengambil keputusan, carilah petunjuk dalam Al-Qur’an dan Hadits. Insya Allah Anda akan melihat jawaban dari setiap permasalahan yang Anda temui.

· Baca lingkungan dan situasi, bandingkan dengan ilmu Islam yang Anda miliki, nilailah dengan jernih, ambil filosofinya dan jadikan sebagai pelajaran yang berharga.

· Perbaikilah kembali.

· Baca Al-Qur’an

5.
Prinsip Lima – Prinsip Masa Depan (Vision Principle)

· Milikilah tujuan dan misi jangka pendek dan jangka panjang.

· Bedakan mana pekerjaan penting dan mana yang tidak penting!

· Tentukan mana yang harus diprioritaskan. Ingat orang yang sibuk itu ada dua jenis : sibuk mencapai tujuan dan sibuk mengisi waktu.

· Mulailah bekerja dengan doa dan target yang jelas.

· Buat rencana kerja untuk esok hari pada sore atau malam hari.

· Evaluasilah setiap pekerjaan yang dilakukan hari ini pada sore atau malam hari.

· Tuliskan pada buku harian Anda.

· Buat target kerja tahunan, bulanan, mingguan dan harian.

· Laksanakanlah dengan penuh komitmen dan kekonsistenan.

6.
Prinsip Enam – Prinsip Keteraturan (Well Organized Principle)

· Buat semuanya serba teratur dalam suatu sistem.

· Tentukan rencana atau tujuan Anda secara jelas.

· Bagaimana organisasinya dan faktor-faktor pendukung lainnnya? Jadikan dalam satu kesatuan yang harus dibangun dan dipelihara.

· Bagaimana sitem motivasinya, agar semuanya bergerak sesuai harapan?

· Bagaimana sistem pengawasan dan kontrolnya agar sesuai dengan rencana?

· Laksanakanlah dengan sangat disiplin, karena kesadaran diri, bukan karena orang lain.
· Ikhlas


Akhirnya, agar senantiasa dalam limpahan rejeki-Nya, marilah kita bersama-sama memohon kepada Allah :

أَللَّهُمَّ اغْـنِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِـكَ

Ya Allah, anugerahkanlah kekayaan kepada kami dari rejeki yang halal, bukan dari barang haram, amin.


Daftar Pustaka :

*
M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
*
Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
*
‘Aidh al-Qarni, Dr, “Lâ Tahzan – Jangan Bersedih”, Qisthi Press, Cetakan Ketiga puluh enam : Januari 2007
*
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâniy#
*
Djamal’uddin Ahmad Al Buny, “Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam (karya Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah)”, Mutiara Ilmu Surabaya, Cetakan ketiga : 2000
*
Muhammad bin Ibrahim Ibnu ‘Ibad, asy-Syaikh, “Syarah al-Hikam”
*
M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006
*
Asrori al-Maghilaghi, Kyai, “Al-Bayân al-Mushaffâ fî Washiyyatil Mushthafâ”
*
Ibnu Hazm al-Andalusi, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V : Maret 2007
*
Muhammad bin Ibrahim Ibnu ‘Ibad, asy-Syaikh, “Syarah al-Hikam”
*
M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
*
Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
*
Mario Teguh, “Becoming A Star [Personal Excellence Series]”, PT Syaamil Cipta Media, Februari 2005/Muharam 1425 H
*
Mario Teguh, “One Million 2nd Chances [Personal Excellence Series]”, Penerbit Progressio, November 2006
*
Ary Ginanjar Agustian, “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Penerbit Arga, Cetakan Kedua puluh sembilan : September 2006

source :
http://achmadfaisol.blogspot.com/2009/12/sudah-beriman-mengapa-hidup-masih.htm

Orang Yang Beruntung

Langkah Awal: Orang Yang Beruntung



By: agussyafii



'Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dan merugilah orang mengotorinya (QS. 91: 9-10)



Ayat ini menegaskan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menawarkan kepada kita , apabila kita menerima tawarannya kita akan termasuk orang yang beruntung namun apabila kita menolaknya maka kita akan menjadi orang yang merugi. Lantas bagaimana cara menyucikan jiwa?



Langkah awal menyucikan jiwa adalah bertaubat. kemudian menjalankan sabar dan menanamkan ke dalam diri sifat berserah diri atau tawakal kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Langkah awal tersebut kemudian meningkatkan menjadi rela menerima segala keputusan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.



Enak ataupun menderita, senang atau sedih. kaya atau miskin, sehat atau sakit, kita rela menerima sebagai bentuk ke Maha KasihNya dan ke Maha SayangNya Allah. Apapun yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala kita mampu menerimanya dengan penuh syukur dan menerima semuanya dengan senyuman yang terindah. Kemampuan itu sungguh menakjubkan pada diri seorang Mukmin yang mampu menerima segala yang ketetapan Allah dengan senang hati. sebagaimana sabda Nabi Muhammad.



'Sungguh menakjubkan keadaan orang Mukmin itu. Bila mendapatkan nikmat, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila mendapatkan cobaan ia bersabar dan bersabar itu baik baginya.' (HR. Muslim).



Apapun keadaannya selalu baik bagi dirinya, Itulah langkah awal untuk menjadi orang yang beruntung..semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung di dunia dan diakherat..amin ya robbal alamin...



Wassalam,

agussyafii

---

Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia (MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau http://agussyafii.blogspot.com/

Bersyukur

Bersyukur,
sering terasa manis di lidah,
tapi berat di hati..

Bersyukur,
sering seperti basa basi
tapi justru hal yang sangat penting

Bersyukur,
apakah kita sudah tulus
atau hanya pura-pura..sekedar penenang hati lara

Hati yang bersyukur,
biasanya jarang menderita
dan selalu gembira..

Bersyukur,
seharusnya mudah saat kita lapang,
tapi itupun sering tidak kita lakukan

Bersyukur,
sering kita berusaha melakukannya,
saat kita dalam keadaan sempit..
tapi benarkah kita bersyukur?
Atau hanya mencari penenang..

Sesungguhnya bersyukur adalah suatu keharusan..
"Bersyukurlah maka nikmat untukmu akan ditambah,
dan apabila engkau tidak bersyukur, maka rasakanlah adzab yang pedih"
Lupakah kita dengan firman Sang Pencipta
Sang Maha Besar yang memberi kesempatan kepada kita

Oleh karena itu..
Tidak ada pilihan lain
Bersyukurlah, maka nikmat ditambah
tidak bersyukur, maka kita di-adzab..

maka bersyukurlah..

Menyikapi Kehidupan Dunia Dengan Zuhud

MENYIKAPI KEHIDUPAN DUNIA DENGAN ZUHUD Nov 25, '09 6:24 PM
for everyone
Siapakah yang lebih baik dalam hal agama daripada orang yang memasrahkan dirinya kepada Allah dan dia adalah orang yang berbuat baik lagi pula ia sepenuh hati mengikuti agama Ibrahim yang lurus (hanif)

(Q.S. An-Nisaa [4]: 125)


Allah menjadikan hidup ini sebagai ujian. Hal ini dapat dilihat dari firman-Nya dalam surat Yunus [10] ayat 7 dan surat al-Mulk [67] ayat 2. Berdasarkan dua ayat ini, kita bisa mengetahui bahwa Allah menjadikan hidup ini sebagai ujian dengan tujuan apakah manusia dapat mengisi hidupnya dengan amalan-amalan yang baik. Manusia yang berhasil menjadi manusia yang paling baik adalah mereka paling paling taat kepada-Nya.


Hidup memang sebuah ujian, hanya orang-orang yang benar-benar teguh iman saja yang dapat melewati ujian ini dengan baik. Mereka adalah orang-orang yang tidak tertipu oleh kilauan nikmat dunia yang begitu menggoda, orang-orang yang memahami hakikat kehidupan dunia ini sesuai dengan apa yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Mereka memandang dunia dan seisinya ini tak lebih dari sebuah permainan yang seringkali melalaikan, mereka tidak berbangga hati dan sombong dengan harta kekayaan dan anak yang di miliki. Jika dalam diri mereka telah tertanam sifat-sifat tersebut, maka mereka adalah orang-orang yang zuhud.

Zuhud merupakan sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang mengaku mukmin. Zuhud juga hendaknya menjadi gaya hidup umat muslim kapan dan di manapun ia berada. Zuhud bukanlah meninggalkan kenikmatan dunia, bukan berarti mengenakan pakaian yang lusuh, dan bukan berarti miskin. Zuhud juga bukan berarti hanya duduk di masjid, beribadah dan beribadah saja tanpa melakukan kegiatan-kegaitan lainnya.

Zuhud adalah kemampuan kita dalam menjaga hati dari godaan serta tipu daya kemewahan dunia tanpa meninggalkannya. Dengan pengertian yang lebih luas, zuhud merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi; mereka tetap bekerja dan berusaha, namun kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hatinya dan tidak membuatnya meninggalkan Allah sedetik-pun.

Kita beramal shalih, memakmurkan bumi dan bermuamalah, namun di saat yang sama hati kita tidak tertipu. Kita meyakini sepenuhnya bahwa kehidupan akhiratlah yang menjadi tujuan utama.

Melalui sebuah hadits singkat Rasulullah SAW telah memberikan panduan bagi orang-orang yang beriman dalam menghadapi kehidupan dunia: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.’ (H.R. Bukhari). Rasul tidak hanya memberi perintah, melainkan Beliau juga mencontohkan langsung kepada umatnya bagaimana cara hidup di dunia, yakni setiap gerak langkah selalu bermuara pada harapan akan keridhaan Allah.

Semua orang sepakat bahwa Beliau SAW adalah sosok yang paling rajin bekerja dan beramal shalih. Tak ada seorang pun yang mampu menandingi semangat beliau dalam menjalankan ibadah, padahal Alah sudah menjamin Beliau masuk surga. Di medan perang, beliau adalah orang yang gigih berjihad, senantiasa mendampingi pasukan, dan bahkan berada di garis depan. Tidak hanya duduk di belakang meja memberi perintah. Yang paling mengagumkan adalah kehidupan beliau yang begitu sederhana dan bersahaja.

Suatu ketika Ibnu Mas’ud r.a. melihat Rasulullah tidur di atas tikar yang lusuh sampai-sampai pola anyaman tikar membekas di pipinya. Lalu Ibnu Mas’ud menawarkan kepada beliau sebuah kasur. Apa jawaban rasul ? “Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya.” (HR Tirmidzi).

Kesederhanaan hidup Rasul ini benar-benar dicontoh oleh para sahabatnya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Usman bin Affan dan Abdurrahman Bin Auf hanya segelintir contoh sahabat Rasul yang memiliki kekayaan melimpah, namun hanya sedikit dari kekayaan itu yang mereka nikmati sendiri. Sebagian besarnya mereka gunakan bagi kepentingan dakwah, jihad fii sabilillah dan menolong kaum muslimin.

Bahkan Abu Bakar pernah memanjatkan do’a kepada Allah: “Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.” Selain itu, sembilan dari sepuluh sahabat Nabi yang telah dijamin masuk surga adalah termasuk orang-orang yang kaya raya. Tapi di saat yang sama mereka pun zuhud, tidak membangga-banggakan harta kekayaannya. Mereka rajin bersedekah baik untuk orang-orang miskin maupun untuk kepentingan dakwah.

Teladan-teladan kehidupan sederhana dan bersahaja seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat itu sudah sangat jarang kita temukan di zaman sekarang ini. Sebagian besar umat Islam kini telah terjebak dan terlena oleh manisnya tipu daya dunia, rakus terhadap kehidupan dunia bahkan terkadang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebenarnya hanya bersifat sementara. Hal semacam itu sama seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Muhammad ayat 12: Dan oran-orang yang kafir itu bersenang-senang(di dunia) dan mereka makan seperti binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. (Q.S. Muhammad [47]: 12).

Orang-orang yang memiliki harta lebih, terkadang enggan untuk mengeluarkan hak-hak saudaranya yang terdapat dalam harta kekayaannya tersebut. Kalaupun bersedekah itu hanya sedikit sekali dan itu pun masih disertai dengan perkataan yang mengindikasikan ketidakikhlasan hatinya. Mereka dengan bangga mengatakan semua itu adalah hasil jerih payahnya sendiri.

Lain lagi dengan fenomena yang terjadi di kalangan remaja, gaya hidup hedonis dan glamour sudah melekat kuat dalam diri mereka. Walupun harta kekayaan yang mereka gunakan bukan dari hasil jerih payah sendiri, mereka berbangga dan sombong. Kuliah rasanya tidak keren kalau tidak menggunakan mobil mewah, pakaian dan aksesoris lain yang dikenakan pun tidak mau atau malu jika harganya murah. Kebanyakan dari remaja sekarang lebih bangga hidup dengan gaya kebarat-baratan dimana batasan halal dan haram tidak jadi acuan.

Beberapa contoh tadi setidaknya memberikan gambaran pada kita bahwa kerusakan moral umat Islam saat ini sudah mencapai tahap yang sangat memprihatinkan. Pandangan materi mendominasi pada hampir semua lapangan kehidupan. Gaya hidup kaum muslimin khususnya para remaja nyaris tak sedikitpun mencerminkan sikap Islam apalagi zuhud, bahkan sikap mereka sudah tidak ada bedanya dengan bagaimana orang-orang kafir bersikap. Apabila dikumpulkan antara remaja muslim dan non-muslim di suatu tempat akan sangat sulit bagi kita untuk membedakannya.

Masyarakat kita manganggap tolok ukur kesuksesan hanya didasarkan pada sebanyak apa kekayaan yang dimiliki dan semewah apa aksesoris yang digunakan. Maka tidak heran jika masyarakat kita berlomba-lomba menjadi selebriti, menjual diri dan harga diri demi keuntungan materi semata.


Mencintai dunia dan rakus harta adalah penyakit paling berbahaya. Tidak berlebihan jika dikatakan, segala bentuk kejahatan bermuara dari kerakusan terhadap dunia dan gaya hidup materialisme. Seks bebas, penjualan bayi, narkoba, perjudian, riba, KKN, korupsi dan lainnya dan segala bentuk tindakan kriminal selalu bertalian erat dengan kerakusan terhadap harta dan materi. Rasulullah SAW mengingatkan tentang bahayanya: “Dua serigala lapar yang dikirim kepada kambing tidak begitu berbahaya dibanding kerakusan seseorang tehadap harta dan kedudukan.” (H.R. Tirmidzi).


Oleh karena itu, merupakan hal yang sangat penting bagi kita untuk sadar dan menyadarkan kembali diri sendiri beserta saudara-saudara kita tentang hakikat dunia dan akhirat. Iman terhadap hari akhir merupakan prinsip yang harus terus-menerus diingatkan dan ditanamkan dalam hati kita, sehingga motivasi dan tujuan hidup kita sesuai dengan nilai-nilai Islam dan dapat memupuk sikap zuhud kita terhadap kehidupan dunia. Sebab dari sinilah ujung pangkal segala kebaikan dan keburukan. Semakin kuat keimanan seseorang kepada hari akhir, maka semakin tenanglah ia memandang kehidupan. Sebaliknya, semakin lemah keimanan seseorang terhadap hari pembalasan, otomatis akan menjadikan ia manusia yang rakus dan mudah tertipu oleh gemerlap keindahan yang ditawarkan oleh dunia.

“ya Allah jadikanlah dunia di tangan kami bukan di hati kami”



Chairul Muslimna

Mahasiswa FPSB dan Santri PP UII 2007


Halaman sumber : http://alrasikh.wordpress.com/2008/11/26/menyikapi-kehidupan-dunia-dengan-zuhud/